Menurut Sadatin, hampir tiap melakukan patroli pasti mendapatkan alat jerat baik berupa tambang, nilon untuk satwa mangsanya.
Hal itu berkaitan kenapa satwa harimau bisa berburu sampai keluar karena jumlah populasi mangsanya yang berkurang.
“Kita hubungkan dengan hasil-hasil yang kita dapatkan di lapangan saat patroli terkait jerat yang masih banyak. Ini memang perlu edukasi ke masyarakat. Ini menjadi evaluasi bagi kita semua, kenapa ini bisa terjadi ya banyak faktor,” sambungnya.
Selanjutnya, aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan manusia juga bisa menjadi salah satu faktor konflik ini bisa terjadi.
BACA JUGA:Realisasi APBN Lampung Barat dan Pesisir Barat Per Februari 2024 Capai Rp212,80 Miliar
“Karena sudah ada aktivitas dengan manusia, ya mungkin dia sudah berubah perilakunya, selama ini di alam bebas dia masih sering berhubungan dengan satwa mangsanya. Tapi dengan adanya bukaan lahan, aktivitas manusia masih ada di situ, tentunya karena hal itu dia bisa berubah tingkah lakunya,” tutupnya.
Untuk diketahui, Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang merupakan satwa endemik yang mendiami TNBBS kembali menerkam warga.
Terakhir Sahri bin Saprak (28) warga Pekon Bumi Hantatai Kecamatan BNS menjadi korban ditemukan meninggal dengan kondisi mengenaskan.
Korban diterkam harimau saat melakukan aktifitas di kebun, sekitar menjelang dzuhur pada Rabu 21 Februari 2024, dan baru ditemukan sekitar pukul 02.00 WIB dini hari pada Kamis 22 Februari 2024.
BACA JUGA:Mantap! BAZNAS Lampung Barat Kembali Raih Opini WTP Ke-2 Kalinya Untuk Laporan Keuangan 2023
Sebelumnya, Gunarso (47) warga Pemangku Sumber Agung II, Pekon Sumber Agung, Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat ditemukan tak bernyawa dengan kondisi mengenaskan, pada Kamis malam 9 Februari 2024.
Gunarso diduga kuat meninggal usai diterkam harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
Usai ditemukan korban langsung dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) setempat. *