Ia juga menjelaskan bahwasanya masyarakat tidak pernah mengetahui dan melihat adanya aktifitas pengukuran yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Lampung Timur.
Hal tersebut baru diketahui setelah terbit sertifikat pada tahun 2021 ketika ada seseorang yang tidak dikenal datang membawa bukti SHM dan meminta penggarap untuk membayar SHM tersebut.
masyarakat sebelumnya hanya mengetahui lahan mereka garap masuk kedalam kawasan hutan Register 38 Gunung Balak, sehingga masyarakat tidak berupaya atau tidak pernah melakukan pengurusan secara administratif dengan melakukan pendaftaran tanah ke Kantor BPN Lampung Timur.
Diketahui lebih dari 264 kepala keluarga (KK) menjadi korban yang terdiri dari 8 desa yang menggarap di lahan tersebut.
BACA JUGA:RSUDAM Luncurkan Aplikasi Sepakat Sehat, Arinal : Pemprov Mendukung Penuh Transformasi Kesehatan
Masyarakat penggarap juga sering kali didatangi oleh oknum-oknum yang mencari lahan dengan menunjukan kepemilikan SHM yang terbit pada tahun 2021.
Masyarakat juga menerima intimidasi dengan bentuk dipaksa untuk membayar sertifikat dengan nominal uang sebesar Rp. 150 juta hingga Rp. Rp.200 juta sesuai dengan luas lahan yang digarap.
Masyarakat jika tidak membayar diancam akan dilaporkan ke Pihak kepolisian dengan alasan penyerobotan lahan.
Hingga berita ini diturunkan para aksi massa terus berlanjut dan menunggu untuk audiensi kepada pihak kantor ATR/BPN Provinsi Lampung.*