1.002 Balita di Lambar Mengalami Stunting

Rabu 15-01-2020,16:05 WIB
Editor : Budi Setiyawan

Medialampung.co.id – Jumlah anak bertubuh pendek/kerdil (stunting) atau kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang di Kabupaten Lambar selama tahun 2019 mencapai 1.002 orang.  Hal itu berdasarkan data sementara hasil pemantauan serta pendataan yang dilakukan Dinas Kesehatan melalui Puskemas dan bidan desa terhadap balita yang ada di kabupaten Beguai Jejama Sai Betik ini.

“Dari jumlah balita di Kabupaten Lambar sebanyak 17.232 orang,  ditemukan  sebanyak 1.002 orang atau 5,8 % yang mengalami stunting, angka tersebut masih jauh dibawah angka nasional yaitu 28 %,” ungkap Sekretaris Dinas Kesehatan Suhendrawati, S.K.M, M.P., mendampingi Kepala Dinas Kesehatan Paijo, S.K.M, M.Kes, di Ruang Kerjanya, Rabu (15/1).

Dipaparkannya, sebanyak 1.002 anak yang mengalami stunting tersebut tersebar di Kecamatan Sumberjaya 72 orang, Kecamatan Kebuntebu 39 orang, Kecamatan Gedungsurian 25 orang, Kecamatan Airhitam 18 orang, Kecamatan Waytenong 57 orang, Kecamatan Sekincau 169 orang, serta Kecamatan Pagardewa 65 orang. Kemudian,  Kecamatan Batuketulis 30 orang, Kecamatan Batubrak 70 orang, Kecamatan Sukau 148 orang, Kecamatan Suoh 79 orang, Kecamatan Lumbokseminung 13 orang, Kecamatan Bandarnegeri Suoh 186 orang, Kecamatan Balikbukit 14 orang dan Kecamatan Belalau 17 orang. “Kalau berdasarkan data tersebut, Kecamatan Bandarnegeri Suoh, Kecamatan Sekincau serta Kecamatan Sukau yang paling terbanyak jumlah balitanya yang mengalami stunting,” tegasnya.

Lebih jauh dia mengatakan, adapun maksud dan tujuan dilaksanakannya pendataan oleh Dinas Kesehatan selain untuk mengetahui besaran angka stunting juga untuk menentukan intervensi yang tepat sasaran. Selanjutnya rencana intervensi yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat terhadap hasil pendataan dimaksud adalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Posyandu dan Pengawasan atau Pemantauan oleh bidan desa dan kader setiap minggunya.

“Untuk itu, kita himbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki balita untuk rutin membawa balita ke Posyandu untuk mendapatkan pemantauan tumbuh kembang balita, pelayanan imunisasi untuk pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan dan konseling/rujukan konseling jika diperlukan,” ajaknya.

Masih kata dia, upaya penurunan stunting dapat dilaksanakan melalui dua intervensi yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Kegiatan intervensi spesifik yaitu kegiatan dengan sasaran kelompok 1.000 HPK dan pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan antara lain suplementasi besi folat untuk remaja putri, calon pengantin dan ibu hamil, promosi dan kampanye  tablet tambah darah, kelas ibu hamil, pencegahan dan penanganan malaria, pemberian suplemen vitamin A. Kemudian, promosi ASI ekslusif, promosi makanan pendamping, suplemen gizi makro/ pemberian makanan tambahan, promosi berfortifikasi pangan termasuk garam beryodium, promosi dan kampanye gizi seimbang, tata laksana gizi buruk, pemberian obat cacing, zinc untuk manajemen diare, inisiasi menyusu dini, imunisasi dan pemantauan pertumbuhan. “Intervensi gizi spesifik diatas hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 30 % dalam upaya penurunan stunting,” akunya.

Sedangkan 70 % lainnya berupa intervensi gizi sensitif perlu melibatkan berbagai sektor diluar sektor kesehatan, seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial dan sebagainya. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk sasaran 1.000 hari pertama kehidupan

Lanjut dia,  stunting adalah suatu kondisi sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibandingkan tinggi badan anak seusianya. Gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Anak tergolong stunting apabila panjang badan atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standarnasional yang berlaku. Untuk mengetahui standard tersebut dapat dilihat pada kartu menuju sehat yang terdapat pada buku kesehatan ibu dan anak (KIA). Setiap balita yang datang ke posyandu akan mendapatkan buku tersebut.

“Penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan sedangkan penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, sistem kesehatan, pembangunan pertanian dan pemberdayaan perempuan,” pungkas dia.(lus/mlo)

Tags :
Kategori :

Terkait