Upacara Keagamaan dan Religi di Era Majapahit: Harmoni antara Hindu dan Buddha
ILUSTRASI: Harmoni antara Hindu dan Buddha di Majapahit memberikan pelajaran berharga bagi kehidupan beragama di Indonesia. -Foto Instagram@land_of_buddhism-
MEDIALAMPUNG.CO.ID -Kerajaan Majapahit dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara yang mencapai puncak kejayaan pada abad ke-14.
Berdiri sekitar tahun 1293 Masehi, Majapahit tidak hanya unggul dalam bidang politik, ekonomi, dan militer, tetapi juga menjadi pusat perkembangan spiritual yang unik.
Di kerajaan ini, dua ajaran besar dunia, yaitu Hindu dan Buddha, hidup berdampingan secara harmonis.
Perpaduan kedua kepercayaan tersebut menciptakan tradisi keagamaan yang kaya, simbolik, dan penuh makna spiritual yang mengakar dalam kehidupan masyarakatnya.
BACA JUGA:Tari Topeng Malang: Warisan Seni Majapahit yang Tetap Hidup hingga Kini
Harmoni Dua Ajaran Besar
Di era Majapahit, kehidupan beragama tidak terpecah antara penganut Hindu dan Buddha. Kedua ajaran ini justru saling melengkapi. Banyak tokoh spiritual dan pemimpin kerajaan berusaha menjaga keseimbangan antara Siwaisme dan Buddhisme.
Keadaan ini dapat dilihat dari berbagai peninggalan arkeologis, seperti candi-candi di Trowulan, Penataran, dan Jawi, yang menunjukkan adanya perpaduan simbol dan bentuk pemujaan terhadap dewa-dewa Hindu dan tokoh-tokoh Buddhis.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Majapahit menganggap semua dewa dan makhluk suci sebagai bagian dari kekuatan ilahi yang satu. Hal ini sesuai dengan ajaran sinkretisme yang populer pada masa itu, yaitu Siwa-Buddha, di mana Siwa dan Buddha dianggap sebagai dua manifestasi dari hakikat ketuhanan yang sama.
BACA JUGA:Sejarah Hubungan Madura dan Majapahit: Jejak di Petilasan Rato Ebhu, Sampang
Upacara Sraddha: Menghormati Arwah Leluhur
Salah satu ritual terpenting di masa Majapahit adalah upacara Sraddha. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada arwah leluhur, terutama bagi tokoh yang dianggap berjasa atau memiliki kedudukan tinggi, seperti raja, permaisuri, atau bangsawan besar. Biasanya, upacara ini dilaksanakan dua belas tahun setelah seseorang wafat.
Tujuan dari Sraddha bukan hanya untuk mengenang jasa orang yang telah tiada, tetapi juga diyakini dapat membantu perjalanan roh menuju alam spiritual yang lebih tinggi. Dalam pelaksanaannya, berbagai sesaji, doa, dan pertunjukan seni diselenggarakan.
Kegiatan ini juga mempererat hubungan antara keluarga yang masih hidup dengan leluhur mereka, mencerminkan keyakinan bahwa kehidupan manusia selalu terhubung dengan dunia roh.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





