Menara Siger: Ikon Kebanggaan dan Lambang Budaya di Lampung
Menara Siger Lampung - Foto instagram @miderpah--
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Di ujung selatan Pulau Sumatera, tepatnya di kawasan Bakauheni, Lampung Selatan, terdapat sebuah bangunan yang tidak hanya menjulang tinggi secara fisik, tetapi juga sarat dengan nilai budaya dan kebanggaan masyarakat setempat.
Menara Siger berdiri megah pada ketinggian 110 meter di atas permukaan laut dan menghadap langsung ke pintu masuk Pelabuhan Bakauheni.
Menara ini menjadi simbol sekaligus penanda bahwa pengunjung telah memasuki wilayah Provinsi Lampung, serta menjadi titik nol kilometer selatan di Pulau Sumatera.
Dengan demikian, Menara Siger berfungsi tidak hanya sebagai ikon visual, tetapi juga sebagai lambang identitas budaya dan sejarah daerah.
BACA JUGA:Senja Memukau di Pantai Banongan: Permata Tersembunyi Situbondo
Menara ini diresmikan pada tanggal 30 April 2008 oleh Gubernur Lampung saat itu, Sjahroedin Z.P. Sejak peresmian tersebut, Menara Siger telah menjadi salah satu landmark yang paling dikenal di Lampung.
Berlokasi di Bukit Gamping, kawasan yang strategis di Bakauheni, menara ini mudah terlihat dari jarak jauh, terutama bagi mereka yang baru saja tiba dari penyeberangan Merak-Bakauheni.
Penampakan Menara Siger yang menjulang ini seolah memberikan salam selamat datang yang khas bagi setiap orang yang datang ke tanah Lampung.
Secara desain, Menara Siger memiliki bentuk yang khas dan unik, yaitu terdiri dari sembilan kerucut berwarna kuning keemasan yang tersusun rapi memanjang.
BACA JUGA:Sawai, Desa Tertua yang Penuh Kehangatan
Bentuk tersebut terinspirasi dari mahkota pengantin wanita adat Lampung yang dikenal dengan sebutan “siger.”
Mahkota ini merupakan simbol kehormatan dan keindahan dalam tradisi Lampung, sering dipakai pada upacara pernikahan sebagai tanda kemuliaan.
Desain menara yang meniru bentuk mahkota ini menjadi representasi kuat budaya lokal yang terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat.
Jumlah sembilan kerucut pada menara bukan tanpa makna. Angka sembilan tersebut menggambarkan sembilan bahasa yang masih digunakan oleh komunitas masyarakat Lampung di berbagai wilayah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





