Tradisi Mappatabe: Warisan Kesopanan dari Bugis-Makassar

Tradisi Mappatabe: Warisan Kesopanan dari Bugis-Makassar

Tradisi Mappatabe adalah warisan budaya Bugis-Makassar yang kaya makna.-foto instagram@rezkimulfiati02-

Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari kebiasaan ini:

  1. Kerendahan hati – Mengucapkan tabe berarti mengakui bahwa kita membutuhkan izin orang lain.
  2. Kesadaran hidup bermasyarakat – Manusia diajarkan bahwa tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling menghormati.
  3. Penghormatan pada yang lebih tua – Dalam budaya Bugis-Makassar, orang tua sangat dihormati, dan Mappatabe menjadi salah satu wujud nyata penghormatan tersebut.
  4. Nilai spiritual – Ucapan ini juga mengandung kesadaran bahwa setiap langkah manusia sebaiknya dilandasi kerendahan hati, bukan hanya di hadapan sesama tetapi juga di hadapan Tuhan.

BACA JUGA:Tradisi Saprahan Melayu Pontianak

Kehadiran dalam Upacara Adat

Mappatabe juga memiliki peran penting dalam upacara adat. Misalnya, saat pernikahan adat Bugis-Makassar, pihak keluarga pengantin yang hendak masuk rumah akan mengucapkan tabe lebih dulu sebagai tanda permohonan izin. 

Begitu pula dalam ritual pertanian seperti mappalili—yaitu acara sebelum turun ke sawah—ucapan tabe digunakan saat meminta izin kepada pemilik lahan atau tokoh adat.

Hal ini membuktikan bahwa Mappatabe bukan sekadar kebiasaan sehari-hari, melainkan bagian dari tata cara adat yang memiliki nilai sakral.

BACA JUGA:Tenun Corak Insang, Warisan Budaya Melayu Pontianak yang Menawan

Relevansi di Masa Kini

Walaupun zaman terus berubah, tradisi Mappatabe masih memiliki tempat dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar. 

Di perkotaan, generasi muda tetap diajarkan untuk berkata tabe kepada orang tua atau saat menghadiri acara resmi. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi tersebut masih dipandang penting dalam membentuk karakter.

Bahkan di era digital, semangat Mappatabe bisa diterapkan dalam bentuk perilaku sopan di media sosial. Menghargai karya orang lain, meminta izin sebelum menggunakan sesuatu, serta berkomunikasi dengan bahasa yang santun merupakan wujud modern dari nilai-nilai Mappatabe.

BACA JUGA:Tradisi Unik Berburu Paus di Lamalera, Warisan Budaya dari Flores

Upaya Melestarikan Mappatabe

Agar tradisi ini tidak hilang ditelan arus globalisasi, masyarakat Bugis-Makassar terus berupaya melestarikannya. 

Orang tua mengajarkan kebiasaan ini sejak dini kepada anak-anak, sedangkan sekolah menghadirkan nilai-nilai budaya lokal dalam pelajaran. 

Pemerintah daerah pun kerap menampilkan tradisi Mappatabe dalam festival budaya, sehingga masyarakat luas mengenal dan memahami maknanya.

BACA JUGA:Mubeng Beteng Yogyakarta, Tradisi Satu Suro Penuh Makna

Upaya pelestarian ini bukan hanya tentang menjaga sebuah kata, melainkan menjaga jati diri budaya yang sudah diwariskan dari leluhur. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: