Pelita Lumpang Mas: Kisah Sambal Pecel Pacitan Menembus Pasar Nasional Berkat BRI

Sambal Pecel Pacitan Pelita Lumpang Mas sukses menembus pasar nasional berkat inovasi dan dukungan BRI--
MEDIALAMPUNG.CO.ID – Di balik aroma khas sambal pecel yang menggoda, tersimpan kisah perjuangan dan transformasi luar biasa dari sebuah usaha rumahan di Pacitan, Jawa Timur.
Adalah Sri Kustamaji, sosok tangguh di balik merek Pelita Lumpang Mas, yang kini menjelma menjadi ikon kuliner lokal dengan jangkauan pasar nasional berkat pendampingan intensif dari BRI.
Cerita ini bukan sekadar soal rasa, tetapi juga tentang keberanian melakukan perubahan, ketekunan dalam menjaga kualitas, dan kekuatan kolaborasi antara UMKM dan lembaga keuangan dalam mendorong produk tradisional menuju panggung yang lebih besar.
Tak banyak yang tahu bahwa usaha ini bermula dari tangan dingin sang ayah, Sri Suharto, di awal 1990-an.
BACA JUGA:Koperasi Merah Putih Diluncurkan: BRI Siap Gerakkan Ekonomi Desa
Dengan peralatan sederhana dan label seadanya, sambal pecel racikan keluarga ini diperkenalkan ke lingkungan sekitar. Namun semua berubah ketika Sri Kustamaji mengambil alih usaha di awal 2000-an.
Ia memutuskan untuk melakukan transformasi besar, dimulai dari kemasan, identitas visual, hingga varian rasa yang lebih adaptif dengan selera pasar modern. Transformasi inilah yang kemudian membuka jalan panjang menuju kesuksesan.
“Saya ingin sambal pecel Pacitan dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia,” tutur Sri dengan mata berbinar.
Tak hanya soal kemasan dan branding, inovasi juga terlihat dalam komposisi bahan. Alih-alih memakai kencur seperti pada umumnya, Pelita Lumpang Mas memilih jeruk purut sebagai bahan utama.
BACA JUGA:Link DANA Kaget Asli Disini, Sekali Klik Saldo Gratis Langsung Masuk!
Keputusan yang terbilang unik ini justru memberi keunggulan tersendiri: rasa yang segar, warna yang lebih cerah, dan aroma yang menggoda.
Lebih dari itu, proses produksinya pun dipikirkan dengan matang. Kacang tanah sebagai bahan utama tidak digoreng, melainkan dioven. Hasilnya? Produk menjadi lebih sehat, rendah minyak, dan tetap tahan lama meski tanpa bahan pengawet.
Yang menarik, meski telah menerapkan teknologi, beberapa proses tradisional tetap dipertahankan, seperti pencampuran bumbu menggunakan lumpang.
“Itulah ruh dari usaha kami. Lumpang bukan hanya alat, tapi filosofi,” jelas Sri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: