DPR Soroti Anggaran Penanganan Lumpur Lapindo yang Terus Membengkak

DPR Soroti Anggaran Penanganan Lumpur Lapindo yang Terus Membengkak

Proyek Lumpur Lapindo makan APBN tiap tahun-Foto Canva-

MEDIALAMPUNG.CO.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyoroti terus membengkaknya anggaran penanganan lumpur Lapindo yang hingga kini mengandalkan dana ratusan miliar rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.

Isu ini mencuat dalam rapat kerja antara Komisi V DPR dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang digelar pada Rabu (9 Juli 2025).

Selama hampir dua dekade sejak bencana lumpur tersebut terjadi di Sidoarjo, penanganan yang dilakukan pemerintah dinilai belum menunjukkan hasil signifikan. 

Komisi V DPR mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir saja, pemerintah telah mengalokasikan anggaran dengan jumlah yang sangat besar untuk penanganan lumpur ini. 

BACA JUGA:Sidang Vadel Badjideh Hadirkan Dua ART, Pengakuan Penting Terungkap

Rinciannya antara lain Rp270 miliar pada tahun 2022 dan 2023, kemudian Rp227 miliar pada 2024, Rp179 miliar pada 2025, serta tercatat dalam RAPBN 2026 sebesar Rp169 miliar.

Besarnya anggaran tersebut memicu pertanyaan soal efektivitas penggunaan dana negara. DPR menilai bahwa penanganan lumpur Lapindo telah menjadi semacam proyek jangka panjang yang belum menunjukkan hasil konkret. 

Bahkan muncul gagasan agar pendekatan teknis yang digunakan saat ini, seperti pemompaan lumpur, perlu dikaji ulang dan dievaluasi secara menyeluruh. 

Salah satu pertimbangannya adalah pemanfaatan metode yang lebih efisien untuk mengalirkan lumpur ke laut tanpa harus terus menerus menyewa alat berat dan pompa yang menyedot dana negara setiap tahunnya.

BACA JUGA:Kaki Terasa Dingin: Penyebab Umum dan Solusi Efektif yang Perlu Anda Ketahui

Selain mempertanyakan efektivitas proyek, DPR juga menyoroti potensi pemborosan anggaran yang terjadi dalam pengadaan alat dan sewa fasilitas. 

Dugaan ini mengarah pada kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang diuntungkan dari sistem penyewaan yang bersifat berulang dan jangka panjang, seolah menjadi kontrak abadi.

Dari sisi sosial, para legislator mengingatkan pemerintah agar tidak melupakan tanggung jawab terhadap warga terdampak yang hingga kini masih menunggu penyelesaian hak-haknya. 

Beberapa warga, termasuk mantan anggota dewan, disebut mengalami kerugian besar akibat bencana tersebut, namun belum mendapatkan ganti rugi yang layak.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: