Tenun Gringsing: Kain Sakral yang Menenun Nilai Kehidupan dari Bali

Tenun Gringsing bukan sekadar hasil keterampilan tangan, melainkan cermin dari jati diri masyarakat Bali yang menjunjung tinggi nilai harmoni, ketekunan, dan spiritualitas. Foto: Instagram@wiswaranitextile--
BACA JUGA:Manik Angkeran dan Asal Mula Selat Bali
Pembuatan kain Gringsing memerlukan waktu, ketelitian, dan dedikasi tinggi. Prosesnya dimulai dari pemintalan benang secara manual menggunakan kapas dari tanaman lokal.
Setelah itu, benang direndam dalam minyak kemiri selama berbulan-bulan untuk meningkatkan kekuatan serat dan menyerap warna lebih baik. Tahap ini juga membuat benang lebih berkilau alami.
Benang yang telah direndam kemudian dikeringkan, diikat sesuai pola, dan melalui proses pencelupan bertahap.
Pewarnaan dilakukan dengan bahan alami: indigo dari daun-daunan untuk warna biru, akar mengkudu untuk warna merah, dan minyak kemiri untuk warna kuning. Setiap lapisan warna dicelupkan secara berulang agar warna benar-benar pekat dan merata.
BACA JUGA:Bambu Gila: Permainan Tradisional Bernuansa Mistis dari Maluku
Setelah pewarnaan selesai, benang dijemur, dirapikan, dan ditenun menggunakan alat tenun tradisional bernama gedogan. Proses ini bisa berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan hingga lima tahun untuk motif tertentu.
Tidak heran jika satu lembar kain Gringsing bisa bernilai puluhan juta rupiah karena kompleksitas pembuatannya.
Kain Gringsing hanya menggunakan tiga warna utama—merah, kuning, dan hitam—yang memiliki makna filosofis dalam kepercayaan masyarakat Bali.
Warna merah melambangkan unsur api dan keberanian, kuning melambangkan udara dan kesucian, sedangkan hitam mewakili air dan ketenangan.
BACA JUGA:Egrang: Permainan Tradisional yang Mengajarkan Keseimbangan Hidup
Ketiganya mencerminkan prinsip keseimbangan hidup antara manusia, alam, dan kekuatan ilahi, yang dikenal dalam konsep Tri Datu.
Motif dalam tenun Gringsing bukan sembarangan. Beberapa motif yang telah diwariskan secara turun-temurun antara lain:
- Lubeng: berbentuk seperti kalajengking, melambangkan kewaspadaan dan perlindungan.
- Sanan Empeg: motif kotak kecil yang melambangkan keteraturan hidup.
- Cecempakaan: menyerupai bunga cempaka, simbol keharuman dan kesucian.
- Cemplong: motif bunga besar dan kecil sebagai lambang keharmonisan.
- Wayang: menggambarkan tokoh-tokoh pewayangan yang mengajarkan nilai moral.
- Tuung Batun: bentuk menyerupai biji terong sebagai lambang kesuburan.
Masing-masing motif ini memiliki nilai spiritual tersendiri dan sering digunakan dalam momen tertentu sesuai dengan fungsinya.
BACA JUGA:Festival Krakatau: Simfoni Budaya dan Pariwisata Lampung yang Memikat Dunia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: