Legenda Aji Saka: Asal-Usul Aksara Jawa dan Makna Kesetiaan

Aji Saka ciptakan aksara Jawa untuk mengenang dua sahabat yang setia hingga akhir hayat-Ilustrasi AI-
BACA JUGA:Legenda Pengorbanan Seorang Ibu dari Tanah Gayo, Atu Belah Atu Bertangkup
Ketika mendengar kabar kematian dua sahabatnya, Aji Saka sangat terpukul. Ia merasa menyesal telah menyebabkan pertarungan antara dua orang yang sangat setia kepadanya.
Untuk mengenang jasa serta kesetiaan mereka, Aji Saka menciptakan sebuah sistem huruf untuk mengabadikan cerita tersebut.
Aksara tersebut disusun sedemikian rupa sehingga setiap bagian mewakili makna dari kisah Dora dan Sembada.
Dengan aksara tersebut Aji Saka tidak hanya mengenang para sahabatnya, akan tetapi dapat mempersembahkan sistem tulisan yang menjadi fondasi budaya masyarakat Jawa.
BACA JUGA:Gambus: Alat Musik Warisan Budaya Melayu dengan Akar Timur Tengah
Aksara Jawa bukan sekadar huruf-huruf untuk menulis. Di dalamnya terdapat filosofi tentang amanat, kepercayaan, dan tanggung jawab.
Dari kisah ini, masyarakat diajarkan untuk setia pada janji, menjaga kepercayaan, dan berani mengambil risiko demi kebenaran.
Dora dan Sembada telah menunjukkan bahwa kesetiaan sejati membutuhkan pengorbanan, meskipun pahit pada akhirnya.
Di sisi lain Aji Saka mampu menjadi contoh pemimpin yang adil dan juga berani. Ia tidak takut menghadapi penguasa lalim demi membela rakyat.
BACA JUGA:Kerajinan Tangan Kalimantan Timur: Menjaga Tradisi di Tengah Arus Zaman
Ia juga memiliki kesadaran dan empati, terbukti dari penyesalannya terhadap kematian kedua sahabatnya dan keinginannya untuk menghormati mereka melalui penciptaan aksara.
Meskipun legenda ini telah diwariskan dari masa ke masa, pesan moralnya tetap relevan hingga sekarang. Dalam kehidupan modern, kepercayaan dan kesetiaan tetap menjadi nilai penting, baik dalam hubungan pribadi, sosial, maupun dalam memegang tanggung jawab di tengah masyarakat.
Aksara Jawa yang lahir dari kisah ini menjadi simbol budaya yang tidak lekang oleh waktu. Saat ini, aksara tersebut terus diajarkan dan digunakan dalam berbagai bentuk seni, sastra, bahkan arsitektur dan simbol daerah.
Dengan menjaga dan mempelajarinya, masyarakat Jawa tidak hanya mempertahankan huruf, tetapi juga warisan cerita yang kaya nilai.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: