Yadnya Kasada: Ritual Sakral Suku Tengger di Pelataran Gunung Bromo

Yadnya Kasada: Ritual Sakral Suku Tengger di Pelataran Gunung Bromo

Yadnya Kasada bukan hanya atraksi budaya, tapi sebuah pelajaran hidup yang mengajarkan tentang janji yang harus ditepati, menjaga keseimbangan alam, serta nilai pengorbanan demi kebaikan bersama. Foto: Instagram@herd89--

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Di tengah kabut tebal dan suhu dingin pegunungan Bromo, ribuan warga Suku Tengger berjalan pelan menyusuri lautan pasir.

Dengan pakaian adat khas dan membawa aneka sesaji seperti hasil bumi, ayam, bahkan kambing, mereka menuju kawah Gunung Bromo. 

Langkah mereka tidak sekadar prosesi budaya melainkan ritual sakral yang diwariskan secara turun-temurun yakni: Yadnya Kasada.

Yadnya Kasada adalah upacara keagamaan sekaligus adat yang diselenggarakan oleh masyarakat Tengger setiap tahun. 

BACA JUGA:Tari Kretek: Cerminan Kehidupan Buruh di Tanah Kudus

Acara ini biasanya berlangsung pada hari ke-15 di bulan Kasada menurut kalender Tengger, yang umumnya jatuh sekitar bulan Juni atau Juli. 

Ribuan umat Hindu dari berbagai penjuru Tengger adalah : Dari Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, juga Kabupaten Malang yang datang untuk mengikuti ritual di pelataran Pura Luhur Poten kaki Gunung Bromo.

Legenda Yadnya Kasada berawal dari pasangan Rara Anteng serta Joko Seger. Menurut cerita rakyat, Rara Anteng adalah merupakan putri Raja Majapahit, sedangkan Joko Seger adalah merupakan putra seorang Brahmana dari Kediri. 

Pasangan ini hidup di kawasan Tengger dan dikenal bijaksana, namun lama tidak memiliki keturunan.

BACA JUGA:Warisan Budaya Melayu yang Menyala di Jambi: Festival Payung Api

Dalam keputusasaan, mereka memohon kepada Sang Hyang Widhi agar dikaruniai anak, dengan syarat bahwa salah satu anak mereka akan dipersembahkan sebagai korban ke kawah Gunung Bromo. 

Doa mereka pun dikabulkan, dan mereka dianugerahi 25 anak. Namun ketika waktu pengorbanan tiba, keduanya tidak sanggup menepati janji. 

Tiba-tiba, anak bungsu mereka, Raden Kusuma, hilang dan suara dari dalam kawah mengatakan bahwa pengorbanan itu harus tetap dilakukan demi kesejahteraan masyarakat.

Sejak saat itulah, masyarakat Tengger menggelar upacara Yadnya Kasada sebagai bentuk pengorbanan dan penghormatan terhadap alam serta leluhur mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: