Soal Sertifikat PRONA, BPN dan Kades Madukoro Saling Lempar Tanggung Jawab

Soal Sertifikat PRONA, BPN dan Kades Madukoro Saling Lempar Tanggung Jawab

Bukti pembayaran biaya administrasi pembuatan sertifikat PRONA di Desa Madukoro--

LAMPURA, MEDIALAMPUNG.CO.ID – Warga Desa Madukoro, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara, menghadapi kendala dalam pengurusan sertifikat tanah melalui program Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). 

Hingga kini, belum ada kejelasan terkait penyelesaian sertifikat, meski warga sudah membayar biaya administrasi sebesar Rp800 ribu.

Menurut Kepala Desa Madukoro, Johan Ander Yanto, proses pengukuran tanah untuk sertifikat PRONA dilakukan oleh ATR-BPN Kotabumi dan dibantu oleh Pemerintah Desa Madukoro. 

Johan menyebutkan, sekitar 200 warga telah mengajukan pembuatan sertifikat tanah pada tahun 2024. 

BACA JUGA:Nekat! Seorang Wanita Selundupkan Narkoba di Lapas Salemba, Disembunyikan di Alat Vital

Ia mengungkapkan bahwa sejak 2019, pihak BPN yang menawarkan program tersebut, tetapi hingga saat ini belum ada perkembangan.

"Saat ini, semua rekomendasi dari pihak Kimal untuk warga sudah selesai. Namun, BPN belum memberikan kepastian terkait pembuatan sertifikat tanah," ujar Johan pada Kamis, 24 Oktober 2024.

Sementara itu, Hesti, petugas loket pelayanan informasi ATR-BPN Kotabumi, menyatakan bahwa tidak ada pengajuan sertifikat PRONA dari warga Desa Madukoro pada tahun 2024. 

Ia juga menjelaskan bahwa pengajuan dari pemerintah desa ditolak karena sebagian besar tanah di desa tersebut merupakan tanah sengketa, yang membuat BPN tidak berani memprosesnya.

BACA JUGA:Atasi Hiperinflasi, Zimbabwe Perkenalkan Mata Uang ZiG Pengganti ZWD

"Tidak ada warga Desa Madukoro yang mengajukan sertifikat PRONA tahun ini. Tanah di sana kebanyakan tanah sengketa, jadi BPN tidak berani," kata Hesti.

Sebelumnya, warga Desa Madukoro mengeluhkan proses pembuatan sertifikat tanah melalui PRONA yang sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa kejelasan.

Warga harus membayar biaya administrasi sebesar Rp800 ribu dalam dua tahap, namun hingga kini sertifikat yang diharapkan belum juga diterbitkan.

Seorang warga berinisial Ha mengungkapkan bahwa proses pengurusan sertifikat tanahnya sudah berjalan lima tahun, namun tidak ada kabar dari pemerintah desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: