Tenda Sendiri
SEMANGAT seorang anak yang berlari membawa bendera Merah Putih di antara reruntuhan Gempa di Kampung Gasol, Desa Gasol, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. -Foto: Raka Denny-Harian Disway---
ORANG Cianjur kembali waswas, kemarin malam. Gempa susulannya agak besar. Dua kali. Menjelang subuh.
"Saya kembali tidur di tenda," ujar Nanang, wartawan Radar Cianjur. Tenda itu ia buat sendiri. Di halaman rumah. Dari bahan terpal. Terpalnya dapat dari bantuan. Terpal itu disangga dengan tiang terbuat dari bambu.
Aman. Apalagi sehari kemarin tidak terasa ada gempa susulan lagi. Agak tenang. Tapi hujan turun sangat deras. Lantai tenda itu dialiri air hujan. Terpaksa Nanang meninggalkan tenda. Ke teras rumah.
Empat keluarga tinggal di tenda itu. Nanang, istri, dan dua anak. Lalu mertuanya. Dua lagi keluarga yang ngekos di rumah Nanang.
Hujan deras kemarin membuat waswas warga pindah ke soal tanah longsor.
Sebenarnya kian hari gempa susulan itu kian lemah, kecuali yang menjelang Subuh itu.
Sejak gempa 5,6 skala Richter Senin lalu, setiap saat memang masih terjadi gempa susulan. Menurut catatan BMKG, sejak hari itu, sampai kemarin, sudah terjadi 21 kali gempa kecil.
Rumah Nanang, tepatnya rumah mertua, hanya retak-retak kecil. Karena itu ia berani tidur di dalam rumah, kecuali menjelang subuh itu, terpaksa kembali ke tenda.
Usaha pencarian korban masih terus dilakukan. Tim dari Basarnas sangat mencolok kehadirannya.
Tiap hari ada saja drama yang terjadi di areal gempa. Ada anak umur 6 tahun ditemukan hidup setelah dua harmal tidak makan dan minum. Ia tertindih material bangunan, tapi ada bantal yang melindunginya. Juga ada pilar tembok yang roboh tapi menyisakan rongga kecil untuk dirinya. Saat ditemukan terlihat tangannya masih tergerak-gerak tapi sudah tidak bisa teriak. Ia segera disodori minum lewat penyedot minuman.
Lalu ditemukan juga anak kecil tapi dalam keadaan meninggal. Tiap hari para relawan dan TNI terus menemukan korban baru. Sehari kemarin saja ditemukan 11 mayat baru. Di antaranya 4 orang dalam satu mobil Avanza.
Mobil itu mengangkut kepala sekolah TK dan stafnya. Saat Senin lewat tengah hari itu melewati jalan raya Cugenang, terjadi gempa. Sekitar 13.30. Tebing di sebelah jalan raya itu longsor. Besar sekali. Tanah yang longsor itu sekitar 1 hektare luasnya. Mobil tersebut tergusur dari jalan raya oleh longsoran besar itu. Mobil terguling keluar jalan raya sekaligus tertimbun tanah longsoran itu.
Jalan yang dilewati mobil itu adalah jalan negara yang menghubungkan kota Cipanas dan Cianjur. Cugenang berada di pertengahan antara Cipanas- Cianjur itu.
Mobil itu dalam perjalanan dari sekolahnya menuju Sarungge Palace, sebuah hotel yang biasa dipakai pertemuan. Ada rapat kepala-kepala TK di Sarungge Palace.
Begitu besarnya longsoran di ruas Cugenang itu sampai sekitar 2 Km jalan raya antara Cipanas-Cianjur buntu. Dua hari tim kementerian PUPR menyingkirkan longsoran tanah tersebut dari jalan raya.
Tentu banyak sekali korban di daerah ini. Siapa pun yang pernah melakukan perjalanan dari Bogor-Cipanas-Cianjur pasti melihat begitu banyak warung, kafe, dan tempat nongkrong di kanan kiri jalan antara Cipanas-Cianjur. Sate Shinta ada di sini. Tapi selamat. Hanya nyaris terkena longsoran.
Kerja keras menyingkirkan tanah longsoran itu baru tuntas kemarin. Karena itu akses menjadi terbuka. Banyaknya korban baru ditemukan sehari kemarin lantaran memang baru kemarin Basarnas bisa menjangkau ruas longsor itu.
Sehari kemarin saja ditemukan korban baru sekitar 30 mayat. Dengan demikian total korban meninggal akibat gempa Cianjur ini mencapai 310 orang.
Suporter Persebaya yang tergabung dalam Bonek Disaster Response Team (BDRT) ketika membantu proses evakuasi korban gempa Cianjur.----
Tentu gempa juga dirasakan sampai Cipanas. Tapi Istana Cipanas aman. Hanya kampung di sekitar Istana yang terdampak. Banyak juga bangunan yang rusak.
Pemerintah tentu membuat posko-posko dan tempat pengungsian. Tapi warga terlihat lebih memilih berkemah di dekat rumah masing-masing. Mereka mengatakan tidak mau dijadikan satu di tempat umum. Mereka tetap memilih lokasi yang bisa menjaga privasi keluarga. Mereka juga was-was meninggalkan rumah. Ada barang yang harus dijaga. Mereka tidak ingin barang-barang itu hilang.
Korban terbanyak lainnya adalah di desa-desa di sebelah barat kota Cianjur. Yakni di kawasan lereng Gunung Gede. Yang ketinggiannya sudah mencapai sekitar 1500 meter di atas permukaan laut.
Mereka waspada: gempa bisa membuat tanah retak. Hujan bisa membuat tanah retak itu longsor.
Mereka berharap cukuplah gempa susulan itu terjadi di Argentina dan Jerman agar warga Cianjur kembali tenang dalam menonton gempa-gempa di Piala Dunia. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: