Tuntut Pemberantasan Mafia Tanah, Warga Dua Desa di Lamsel Gelar Aksi Damai di Tugu Adipura

Tuntut Pemberantasan Mafia Tanah, Warga Dua Desa di Lamsel Gelar Aksi Damai di Tugu Adipura

--

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Puluhan warga Desa Malangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Lampung Selatan melakukan aksi damai di Bundaran Tugu Adipura pada Selasa, 19 Juli 2022 siang. 

Dalam menyampaikan orasinya, para warga Desa Malangsari datang ke Kota Bandarlampung untuk menyampaikan peristiwa yang mereka alami, yaitu ada dugaan mafia tanah yang terjadi di Desa Malangsari. 

Direktur LBH Bandarlampung, Sumaindra Jarwadi mengatakan hal ini tepat dilakukan, pasalnya saat ini negara juga sedang fokus untuk memberantas dugaan mafia tanah. 

"Dan hari ini warga Malangsari datang ke Bandarlampung guna menyampaikan kepada Kejaksaan Agung, akan menyampaikan surat kepada Kementerian ATR/BPN, dan itu akan disampaikan melalui Kanwil yang ada di Bandarlampung ini terkait dugaan mafia tanah ini," ungkapnya saat diwawancarai.  

BACA JUGA:Siswi SMP Tewas Tersambar Kereta Babaranjang di Perlintasan Stasiun Labuhan Ratu

Lebih lanjut ia menuturkan, hal ini dilakukan karena permasalahan tanah di Malangsari, hari ini juga warga sudah melaporkan dugaan pemalsuan penerbitan sertifikat itu ke Polda Lampung. 

"Kemudian, kawan-kawan perempuan warga Malangsari menggelar aksi damai dengan tujuan mendorong polda agar segera mempercepat mengungkap terhadap dugaan mafia tanah ini," ucapnya . 

Selanjutnya, adapun dugaan modus mafia tanah, Sumaindra menceritakan bahwa pasca adanya laporan informasi di Polres Lampung Selatan, warga ditunjukkan beberapa dokumen yang ada di BPN, dari beberapa dokumen tersebut ternyata ada dugaan pemalsuan terhadap tanda tangan saksi yang berada disana. 

"Salah satunya hari ini yang ada yaitu Pak Giono dan hari ini Pak Giono sedang ke polda Lampung untuk membuat laporan, dan sisa nya ada 4 orang yang tandatangan yang faktanya dia sudah meninggal dunia. Ada yang meninggal dunia tahun 1995, lalu ada dibawah tahun 1990, dan ada yang meninggal tahun 2012," jelasnya  

BACA JUGA:Usai Final Pencak Silat, Kontingen Airhitam Puncaki Klasemen Multi Event POP ke-2

Selanjutnya, Sumaindra juga menilai dugaan soal pemalsuan berkas permohonan ini adalah pintu masuk terhadap praktik mafia tanah yang terjadi. 

"Nah, saya rasa ini yang perlu didorong untuk keadilan warga Malangsari. Karena akan banyak yang terzalimi apabila tidak diselesaikan," tuturnya 

Adapun, luas tanah itu sekitar 10 hektar, yang terdiri dari 6 sertifikat yang dimiliki oleh satu orang. Nah, dari 10 hektar itu, ada 3 hektar yang saat ini telah menjadi rumah.

"Dan sampai dengan hari ini ada 34 KK yang telah mendirikan bangunan di tempat itu," ujarnya. 

BACA JUGA:Soal Penyalahgunaan Obat Batuk, Dinkes 'Warning' Apotek dan Toko Obat

Kemudian, saat ditanya terkait saat beberapa waktu lalu pernah ke DPRD Provinsi Lampung guna melakukan hiring. Namun, hingga hari ini belum ada perkembangan lebih jauh. 

"Kita bersama dengan warga pernah melakukan hiring tapi perkembangan hingga hari ini belum ada hasil. Artinya ini juga harus kita kawal juga," terangnya Sumaindra. 

Sementara itu, bukti-bukti yang dibawa untuk mengadukan masalah ini, Sumaindra menuturkan, jadi masyarakat itu tidak pernah menjual objek tanahnya, masyarakat mempunyai hak penggarapan dan sporadik, dan kemudian objek yang hari ini diduduki itu sudah dikuasai sejak tahun 1970, mereka mendirikan bangunan sejak tahun 1998 sampai dengan hari ini. 

"Kemudian, masyarakat itu tidak pernah mengetahui proses pengukuran yang dilakukan oleh BPN artinya itu menurut kami aneh, pasalnya proses penerbitan sertifikat itu seharusnya ada cek lokasi, ukuran, dan lainnya. Masyarakat tidak pernah tahu hal itu, tahu-tahu tahun 2020 akhir itu dipasang plang tanah tersebut sudah bersertifikat atas nama orang lain. Masyarakat sejauh ini memang belum ada yang pegang sertifikat, namun mereka memegang hak garap, sporadik," tukasnya.(jim/mlo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: