Dinkes-Puskesmas Validasi Ulang Data Stunting
Medialampung.co.id – Tantangan isu strategis yang menjadi prioritas dalam pembangunan kesehatan 5 tahun kedepan yaitu 2020-2024, dan telah di identifikasi dalam rapat kerja nasional (rakernas) tahun 2019 yakni angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian neonatus (AKN), Stunting, Tuberculosis (TBC), penyakit tidak menular (PTM) dan cakupan imunisasi dasar lengkap
Kelima isu strategis diatas menjadi program prioritas nasional yang tentu juga menjadi program prioritas Kabupaten Lampung Barat.
Kabid Kesehatan Masyarakat Ernayanti mendampingi Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Paijo, S.K.M, M.Kes., mengungkapkan, berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pemantauan status gizi tahun 2017, prevalensi stunting di Kabupaten Lampung Barat sebesar 37,3 %. Kemudian setelah dilaksanakan beberapa intervensi di Kabupaten Lampung Barat berdasarkan survei dari Kementerian Kesehatan melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, maka prevalensi stunting pada anak usia 0-23 bulan (baduta) sebesar 29,69 % dan 32,96% pada usia 0-59 bulan (balita).
Melihat angka-angka tersebut, telah terjadi penurunan angka Stunting di Kabupaten Lampung Barat sebesar ± 5 %. Rata-rata penurunan angka stunting secara nasional sebesar 2-3 %/tahun. “Hasil dari pendataan pemantauan status gizi maupun Riskesdas tidak dapat ditelusuri siapa-siapa saja dan dimana balita yang mengalami stunting,” ujar Ernayanti.
Lanjut dia, kemudian Dinas Kesehatan melalui Puskesmas dan Bidan Desa melakukan pendataan ulang pada seluruh balita yang ada di Kabupaten Lampung Barat pada usia 0-59 bulan yang kemudian diinput pada aplikasi elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan. Dengan data yang diinput meliputi Nomor Induk Keluarga (NIK) yang ada di kartu keluarga, nama balita, jenis kelamin balita, tanggal lahir, bulan pengukuran, hasil pengukuran tinggi badan menurut umur, posyandu, alamat, nama orang tua, nomor Handphone dan rekomendasi rujukan.
“Jumlah total data sasaran yang diinput sebanyak 17.232 balita per tanggal 3 Oktober 2019. Dari total data balita yang diinput tersebut ditemukan 499 atau 2,8 %, dimana data tersebut saat ini sedang dalam proses validasi ulang oleh Tenaga Pengelola Gizi Puskesmas. Dari data sementara, lanjut dia, kondisi stunting di Lampung Barat sangat rendah jika dibandingkan dengan angka nasional, artinya anak-anak balita kita sehat-sehat,” ungkap dia
Lebih jauh dia mengatakan, adapun maksud dan tujuan dilaksanakannya pendataan oleh Dinas Kesehatan selain untuk mengetahui besaran angka stunting juga untuk menentukan intervensi yang tepat sasaran. Selanjutnya rencana intervensi yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat terhadap hasil pendataan dimaksud adalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Posyandu dan Pengawasan atau Pemantauan oleh bidan desa dan kader setiap minggunya.
“Untuk itu, kita himbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki balita untuk rutin membawa balita ke Posyandu untuk mendapatkan pemantauan tumbuh kembang balita, pelayanan imunisasi untuk pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan dan konseling/rujukan konseling jika diperlukan,” ajaknya
Masih kata dia, upaya penurunan stunting dapat dilaksanakan melalui dua intervensi yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitive untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Kegiatan intervensi spesifik yaitu kegiatan dengan sasaran kelompok 1.000 HPK dan pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan antara lain suplementasi besi folat untuk remaja putri, calon pengantin dan ibu hamil, promosi dan kampanye tablet tambah darah, kelas ibu hamil, pencegahan dan penanganan malaria, pemberian suplemen vitamin A. Kemudian, promosi ASI ekslusif, promosi makanan pendamping, suplemen gizi makro/ pemberian makanan tambahan, promosi berfortifikasi pangan termasuk garam beryodium, promosi dan kampanye gizi seimbang, tata laksana gizi buruk, pemberian obat cacing, zinc untuk manajemen diare, inisiasi menyusu dini, imunisasi dan pemantauan pertumbuhan. “Intervensi gizi spesifik diatas hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 30 % dalam upaya penurunan stunting,” akunya.
Sedangkan 70 % lainnya berupa intervensi gizi sensitif perlu melibatkan berbagai sektor diluar sektor kesehatan seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial dan sebagainya. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk sasaran 1.000 hari pertama kehidupan
Seraya menambahkan, stunting adalah suatu kondisi sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibandingkan tinggi badan anak seusianya. Gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Anak tergolong stunting apabila panjang badan atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standarnasional yang berlaku untuk mengetahui standard tersebut dapat dilihat pada kartu menuju sehat yang terdapat pada buku kesehatan ibu dan anak (KIA). Setiap balita yang datang ke posyandu akan mendapatkan buku tersebut.
Penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan sedangkan penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, sistem kesehatan, pembangunan pertanian dan pemberdayaan perempuan. (lus/mlo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: