Sedangkan roh laki-laki disebut dengan nama kayu seperti cendana, ketewel, atau damulir.
Pemberian nama ini melambangkan keharuman dan kemuliaan roh yang telah mencapai kesucian.
BACA JUGA:Seni Kriya: Antara Teknik dan Ekspresi
Tahapan Prosesi Nyekah
Rangkaian upacara Nyekah memiliki beberapa tahapan yang sarat makna spiritual.
Tahap pertama adalah ngulapin di segara, yaitu memohon izin kepada Dewa Baruna, penguasa laut, agar prosesi dapat berjalan dengan lancar.
Setelah itu, dilakukan ngajum sekah, yaitu membuat simbol roh dalam bentuk puspa lingga sarira yang terbuat dari bunga dan kayu suci.
BACA JUGA:Tarian Lariangi Wakatobi: Keindahan Seni dan Warisan Budaya
Selanjutnya, dilakukan ngaskara sekah atau penyucian simbol tersebut, diikuti dengan narpana sekah, yaitu menghaturkan sesajen dan doa kepada roh yang telah disucikan.
Tahapan berikutnya adalah ngeseng sekah atau mapralina sekah, yaitu membakar puspa lingga sebagai simbol pelepasan unsur duniawi terakhir.
Prosesi diakhiri dengan nganyut sekah, yakni melarung abu atau sisa simbol roh ke sungai atau laut suci yang bermuara ke samudra.
Laut dalam kepercayaan Hindu Bali dianggap sebagai perwujudan tujuh sungai suci (sapta gangga) yang menjadi tempat penyucian tertinggi.
BACA JUGA:Tari Sintong dari Sumenep: Warisan Seni yang Mengajarkan Persatuan
Makna Spiritual dan Sosial
Tradisi Ngaben dan Nyekah memiliki makna yang mendalam, tidak hanya dalam aspek spiritual, tetapi juga sosial dan budaya.
Kedua upacara ini menunjukkan betapa kuatnya rasa kebersamaan dan gotong royong di masyarakat Bali.