
Aba-aba ini diberikan oleh salah satu penari yang disebut sebagai “katapel” atau pemimpin tari. Tugasnya adalah memberi instruksi kepada seluruh peserta tari agar tetap bergerak serempak sesuai irama dan formasi. Peran katapel sangat penting karena menentukan kekompakan dan keindahan pertunjukan.
Pada masa awal kemunculan tari ini, komando yang diberikan menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Portugis atau Spanyol.
Namun dalam perkembangan modern, aba-aba ini bisa disesuaikan dengan bahasa lokal atau bahkan bahasa Indonesia, tergantung konteks pementasannya.
Penampilan dalam tari Katrili sangat mencerminkan pengaruh Eropa. Penari wanita biasanya mengenakan gaun panjang dengan aksen renda, lengkap dengan perhiasan seperti anting, kalung, dan gelang.
BACA JUGA:Pantangan Saat Minum Bajakah yang Wajib Diketahui Agar Tetap Aman
Sedangkan penari pria mengenakan pakaian formal berupa jas, celana panjang, serta topi yang menambah kesan anggun dan berkelas.
Tampilan ini sangat berbeda dari kebanyakan tarian tradisional Indonesia yang cenderung mengangkat unsur alam dan adat lokal. Dalam hal ini, tari Katrili menjadi bukti bahwa perpaduan budaya bisa melahirkan keunikan baru yang tetap diterima masyarakat.
Untuk mendukung suasana tarian, iringan musik memainkan peran penting. Tari Katrili diiringi oleh perpaduan musik tradisional Minahasa dan sentuhan musik barat, terutama jenis country. Salah satu alat musik khas Minahasa, yaitu kolintang, juga kerap digunakan sebagai pengiring.
Namun, dalam pertunjukan modern, musik digital atau rekaman sering digunakan agar praktis dan mudah disesuaikan. Meski demikian, nuansa khas dan irama klasik dalam pengiring tari ini tetap dipertahankan agar cita rasa aslinya tidak hilang.
BACA JUGA:Benarkah Usus Buntu Bisa Sembuh Tanpa Operasi? Ini Penjelasan Medisnya
Selain menampilkan keindahan gerakan serta harmoni antar pasangan, tari Katrili juga mengandung makna yang sangat mendalam. Tarian tersebut mencerminkan kesetiaan, kerjasama, dan keharmonisan antara pemuda dan pemudi.
Tari ini juga menjadi simbol keterbukaan masyarakat Minahasa dalam menerima budaya luar, sekaligus memperlihatkan kemampuan mereka dalam mengolah dan menyelaraskan unsur asing menjadi bagian dari tradisi mereka sendiri.
Saat ini, tari Katrili masih sering dipentaskan dalam berbagai acara kebudayaan, seperti penyambutan tamu kehormatan, festival seni, serta pesta adat masyarakat Minahasa. Keberadaannya bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi alat penting dalam pelestarian budaya dan identitas lokal.(*)