Watu Parunu, Wisata dengan Akar Budaya

Kamis 03-07-2025,17:30 WIB
Reporter : Yayan Prantoso
Editor : Budi Setiawan
Watu Parunu, Wisata dengan Akar Budaya

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Di sisi paling timur Pulau Sumba, terbentang sebuah pantai yang belum banyak dijamah pelancong, namun menyimpan keindahan alam yang luar biasa. 

Pantai Watu Parunu, yang terletak di Desa Lain Janji, Kecamatan Wulla Waijelu, Kabupaten Sumba Timur, menjadi salah satu destinasi yang layak disebut sebagai permata tersembunyi dari timur Nusa Tenggara Timur.

Letaknya memang jauh dari pusat keramaian. Untuk mencapainya, dibutuhkan perjalanan sekitar 135 kilometer dari Kota Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur. 

Perjalanan panjang itu harus ditempuh dengan kendaraan darat, melewati perbukitan, padang savana, dan desa-desa adat yang khas. Namun, rasa penat dan lelah akan segera terbayar lunas ketika mata mulai disambut panorama pantai yang begitu memikat.

BACA JUGA:Pulau Randayan: Pesona Tropis di Barat Kalimantan

Pantai Watu Parunu menawarkan pemandangan yang masih sangat alami. Hamparan pasir putih bersih membentang luas, dengan ombak bergulung deras menghantam bibir pantai. 

Suasana sekitarnya begitu tenang, nyaris tanpa gangguan aktivitas manusia. Pantai ini menyuguhkan keindahan dalam kesederhanaan. Suara angin dan debur ombak menjadi irama alami yang menemani setiap langkah.

Salah satu daya tarik utama pantai ini adalah keberadaan formasi tebing batu kapur di bagian timurnya. Tebing itu tampak berdiri kokoh, seolah menjadi benteng yang memeluk garis pantai. 

Permukaan batuannya membentuk lengkungan-lengkungan unik, hasil dari proses alamiah yang terjadi selama ribuan tahun. Tampak seperti pahatan besar dari tangan alam, tebing ini memikat siapa saja yang melihatnya.

BACA JUGA:Watu Bale, Permata Tersembunyi Pantai Selatan Kebumen

Saat air laut sedang surut, pengunjung bisa berjalan mendekati tebing dengan melewati sebuah batu berlubang yang cukup besar. Batu ini menjadi simbol yang melekat kuat pada identitas Watu Parunu. 

Dalam bahasa lokal, “watu” berarti batu, sementara “parunu” berarti menunduk. Nama itu lahir karena orang yang ingin melewati batu tersebut harus merundukkan badan. 

Proses alami itu bukan hanya membentuk lanskap yang menarik, tapi juga melahirkan cerita dan makna budaya bagi masyarakat setempat.

Namun di balik keelokan itu, pantai ini masih terbilang minim sentuhan pengelolaan. Fasilitas umum seperti toilet, tempat istirahat, atau warung makan nyaris belum tersedia. 

BACA JUGA:10 Surga Pantai Tersembunyi di Sulawesi Tenggara

Kategori :

Terkait