
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Keputusan pemerintah yang tidak melanjutkan pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) atas impor benang filamen dari China memicu kegaduhan di kalangan pelaku industri tekstil dalam negeri.
Surat internal Kementerian Perdagangan yang bocor ke publik memunculkan kekhawatiran dan kemarahan, terutama karena isinya menyatakan bahwa rekomendasi pemberlakuan BMAD tidak akan diproses lebih lanjut.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyayangkan perubahan sikap pemerintah yang dinilai tidak konsisten dan terkesan mendadak.
Kebijakan tersebut dianggap mengabaikan hasil temuan Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI), yang sebelumnya telah merekomendasikan penerapan BMAD setelah menemukan indikasi praktik dumping oleh produsen asal Tiongkok.
BACA JUGA:Sidang PHPU Pesawaran: Nanda-Antonius Bantah Keras Tuduhan Dana Aspirasi Pilkada
Keputusan yang seharusnya berpihak pada industri nasional justru berubah haluan, memunculkan kesan bahwa kepentingan luar negeri lebih diutamakan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri dari kerugian akibat praktik perdagangan tidak sehat, termasuk dumping.
Namun, sikap pemerintah kali ini dinilai bertolak belakang dengan semangat perlindungan itu.
Para pelaku industri tekstil lokal merasa terpukul oleh membanjirnya produk impor yang dijual di bawah harga wajar.
BACA JUGA:Dosen UI Muncul Sebagai Saksi Meringankan untuk Hasto di Sidang Tipikor
Situasi ini sudah berlangsung cukup lama dan menimbulkan tekanan besar terhadap daya saing pabrikan nasional.
Dalam kondisi seperti ini, pembatalan BMAD dianggap sama saja dengan memberi karpet merah bagi barang-barang luar negeri untuk menguasai pasar dalam negeri.
Industri tekstil dalam negeri sebenarnya termasuk sektor strategis yang menyerap jutaan tenaga kerja dan menjadi penggerak ekonomi dari hulu ke hilir.
Satu pabrik bisa menyerap ribuan pekerja, dan aktivitasnya turut menghidupkan sektor energi, logistik, serta distribusi.
BACA JUGA:Lima Anak Usaha Terseret Kasus CPO, Wilmar Kembalikan Dana Rp11,8 Triliun