DPRD Lambar Jawab Tanggapan Bupati Soal Dua Ranperda 

Rabu 21-10-2020,19:27 WIB
Editor : Budi Setiyawan

Medialampung.co.id - DPRD Kabupaten Lambar menjawab tanggapan Bupati Lambar Hi. Parosil Mabsus atas dua rancangan peraturan daerah (Ranperda) inisiatif DPRD yaitu Ranperda tentang desa wisata dan bantuan hukum bagi masyarakat miskin pada sidang paripurna yang digelar Ruang Sidang Marghasana DPRD, Rabu (21/10) 

“Kami mengucapkan terima kasih disampaikan atas apresiasi dan tanggapan bupati terntang Ranperda inisitif DPRD yakni Ranperda tentang desa wisata dan Ranperda tentang bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Dalam konteks pembentukan suatu peraturan daerah, pendapat dan masukan bupati merupakan hal yang sangat penting karena peraturan daerah ini merupakan bagian dari tanggungjawab DPRD bersama-sama dengan pemerintah daerah,” ujar  Ketua Badan Pembentukan Perda DPRD Ahmad Ali Akbar, S.H.

Ahmad Ali Akbar mengungkapkan, harapannya melalui perda desa wisata yang tengah disusun saat ini dapat mengakselerasi geliat kepariwisataan di Kabupaten Lampung Barat. Terkait nomenklatur pekon yang telah digunakan untuk menyebut desa serta istilah-istilah lainnya seperti peratin untuk penyebutan kepala desa, akan disesuaikan dengan istilah pekon yang telah dibakukan oleh Pemkab Lambar melalui Perda Kabupaten Lambar No.2/2000 tentang penyebutan pekon, peratin dan perangkat pekon dalam Kabupaten Lambar.  

Lanjut dia, penggunaan istilah atau terminology pekon tersebut merupakan salah satu langkah untuk melestarikan bahasa dan nilai-nilai kearifan lokal sehingga penting untuk diakomodir. 

“Dengan demikian maka disepakati untuk merubah judul rancangan peraturan daerah ini menjadi peraturan daerah tentang pekon wisata. Penyesuaian juga akan dilakukan di dalam rancangan perda dimaksud agar menggunakan nomenklatur pekon dan peratin,” imbuhnya.

Selanjutnya, kata Ahmad Ali Akbar, mengenai Online Single Submission (OSS), jika sistem tersebut telah dikelola oleh Pemkab Lambar, maka disepakati untuk mengintegrasikan online single submission (OSS) tersebut agar dapat digunakan dalam proses perizinan berusaha sehingga mempermudah proses perizinan.

Lalu mengenai kekayaan intelektual yang berpotensi timbul dalam proses kreasi pelaku desa wisata, lingkupnya tidak sebatas pada kerajinan tangan semata. Karenanya disepakati untuk memindahkan rumusan norma dalam pasal 31 ayat (2) ke dalam pasal 33 yang mengatur mengenai kewajiban pemerintah daerah.

Dalam pemindahan penempatan norma tersebut, rumusan hak kekayaan intelektual akan diperluas sehingga seluruh bidang hak kekayaan intelektual dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah. 

Judul raperda yang sebelumnya telah disepakati ialah rancangan peraturan daerah bagi masyarakat miskin, namun mencermati ketentuan pasal 19 ayat (2) undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum yang berbunyi ‘ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah’. Konsekuensi atas pasal tersebut secara gramatikal memang peraturan daerah yang dibentuk judulnya harus sesuai dengan yang tertera dalam norma tersebut.

“Maka dengan demikian, judul peraturan daerah yang dikehendaki oleh Undang-Undang No.16/2011 tentang bantuan hukum adalah peraturan daerah tentang penyelenggaraan bantuan hukum,” imbuhnya.

Lebih jauh dia mengatakan, mengenai sumber-sumber pendanaan bantuan hukum. Dalam Ranperda yang telah dibuat, digunakan norma berikut: selain bersumber dari APBD, pendanaan bantuan hukum dapat berasal dari hibah atau sumbangan dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. Dalam norma ini tidak membatasi apakah hibah/sumbangan atau sumber pendanaan lain ini harus dipisah dengan pendanaan dari APBD.

Sehingga, proses pendanaan secara bersamaan atau dipisahkan dapat dilakukan dengan lebih fleksibel. Kemudian dari itu, proses tata cara penyaluran diatur dalam pasal selanjutnya yang dalam hal ini diatur lebih lanjut melalui peraturan bupati. Sedangkan mengenai lembaga bantuan hukum, dalam rancangan peraturan daerah ini didefinisikan dalam kapasitasnya sebagai subjek yang dapat dilibatkan dalam proses pemberian bantuan hukum. 

Masih kata dia, mengenai usulan penambahan materi yang mengatur mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum serta tata cara penyaluran dana bantuan hukum, karena keduanya telah dijelaskan dalam peraturan menteri hukum dan ham No.10/2015 tentang peraturan pelaksanaan PP No.42/2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum, tidak dimuat dalam rancangan peraturan daerah ini dan ditindaklanjuti lebih lanjut kedalam peraturan bupati.

Hal tersebut dilakukan karena sumber pengaturan mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum serta tata cara penyaluran dana bantuan hukum ini berasal dari peraturan menteri, yang dalam hal ini konfigurasinya sangat mudah berubah.

“Melalui pengaturannya dalam peraturan bupati, akan mempermudah pemerintah daerah ketika terjadi perubahan peraturan Menkumham, karena cukup merubah peraturan bupati tanpa harus memproses perubahan peraturan daerah yang tentu saja proses perubahan peraturan daerah akan memakan waktu yang lebih panjang,” tandasnya. (lus/mlo)

Tags :
Kategori :

Terkait