Musim Hujan, Jalan ke Wilayah Terisolir Makin Parah
--
PESBAR, MEDIALAMPUNG.CO.ID - Masyarakat di empat pekon terisolir yakni Pekon Bandar Dalam, Siring Gading, Way Tiyas, dan Way Haru Kecamatan Bangkunat, Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) hingga kini belum terlepas dari keterpurukannya.
Dengan kondisi akses jalan utama yang belum ada pembangunan, menjadi kendala sehari-hari bagi masyarakat. Ditambah lagi pada saat musim penghujan sekarang, membuat kondisi jalan berlumpur dan cukup dalam.
Sehingga menambah sulitnya kendaraan roda dua, maupun gerobak sapi sebagai salah satu alat transportasi angkutan barang di wilayah itu untuk melalui jalan utama yang melintas kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) tersebut.
Peratin Siring Gading, Rohman, S.Kom., mengatakan kondisi akses jalan utama menuju empat Pekon di wilayah terisolir itu cukup parah, terlebih dimusim penghujan saat ini.
BACA JUGA:Inspektur : Peratin Lama Wajib Selesaikan Administrasi Pekon
Banyak kendaraan sepeda motor yang mengangkut kebutuhan bahan pokok (sembako) dari luar Pekon menuju Pekon terisolir ini yang terjebak masuk kedalam lumpur.
“Akses disepanjang jalan yang berlumpur ini cukup dalam, bahkan kedalaman lumpur sampai melebihi batas lutut orang dewasa,” katanya, Selasa (30/8).
Karena itu, kata dia, sepeda motor yang mengangkut barang-barang kebutuhan pokok banyak yang tidak bisa jalan jika sudah masuk kedalam lumpur.
Untuk itu, masyarakat yang mengangkut barang-barang diwilayah ini dengan menggunakan sepeda motor itu dilakukan secara bersama-sama, begitu juga dengan warga yang menggunakan gerobak sapi.
BACA JUGA:Wabup Pesbar Ikuti Rakor Pengendalian Inflasi Daerah
“Sehingga jika ada kendala bisa diatasi bersama-sama, mengingat perjalanan baik ke Pekon terisolir maupun menuju ke luar Pekon terisolir ini cukup jauh,” jelasnya.
Sementara itu, kata dia, terkait dengan hasil bumi untuk di wilayah empat Pekon terisolir yang merupakan marga belimbing ini rata-rata merupakan penghasil kopi dan lada.
Selain itu juga penghasil pisang, kelapa, jengkol, jagung, padi dan hasil bumi lainnya. Tentu, untuk menjual hasil bumi tersebut sangat kesulitan terlebih dengan kondisi jalan saat ini.
“Memang rata-rata hasil buminya dijual di luar Pekon, tapi itu tetap akan menghitung biaya operasionalnya, jika harga jualnya lebih murah dibandingkan dengan biaya angkut ke luar Pekon, maka petani tidak bisa menjual ke luar Pekon,” katanya.
BACA JUGA:Tujuh Kecamatan Tersentuh Pembangunan SPBU BBM Satu Harga
Seperti, kata dia, harga pisang yang ada di wilayah ini lebih murah dibandingkan dengan ongkos ojek atau biaya angkut ke luar Pekon yakni ke pasar Way Heni.
Dengan begitu petani tidak bisa menjual hasil panennya tersebut. Padahal di empat Pekon terisolir ini jika dikalkulasikan dalam satu bulan bisa menghasilkan sekitar 10-20 ton per bulan. Namun, hasil panen pisang itu tidak ada nilainya.
“Banyak petani yang mengalami kerugian, untuk hasil bumi di dalam Pekon ini tidak dijual, melainkan dengan sistem barter (tukar barang). Karena itu perbandingan ongkos biaya ojek atau angkutan lebih mahal dibandingkan dengan nilai harga hasil bumi itu,” pungkasnya.(yan/d1n)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: