KUAT Tak Beroperasi, 200 Warga Pesbar Kehilangan Pekerjaan

KUAT Tak Beroperasi, 200 Warga Pesbar Kehilangan Pekerjaan

Medialampung.co.id, PESISIR TENGAH – Sekitar 200-an warga dari kecamatan Pesisir Selatan maupun luar kecamatan di Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar), yang sebelumnya bekerja sebagai buruh di pabrik pengolahan sabut kelapa Kawasan Usaha Agro Industri Terpadu (KUAT) Pekon Marang Kecamatan setempat, harus kehilangan pekerjaannya.

Pasalnya, sejak Desember 2018 lalu, Pemkab Pesbar telah memutus kontrak dengan pihak pengelola yakni PT. Mahligai Indo Coco Fiber dan rencananya akan ada perusahaan baru yang akan mengelola kawasan tersebut dan warga juga akan kembali di pekerjakan. Namun sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya dari Pemkab setempat.

Seperti dikatakan, Kasiadi, salah satu mantan pekerja buruh di pabrik pengolahan sabut kelapa tersebut menjelaskan bahwa, dirinya sudah sekitar 10 tahun bekerja di kawasan itu sebagai buruh bongkar muat sabut kelapa, akan tetapi sejak Januari 2019 lalu sampai sekarang dirinya harus kehilangan pekerjaan karena perusahaan yang mengelola sabut kelapa itu berhenti.

“Sejak Desember 2018 sudah tidak ada aktifitas lagi di KUAT tersebut, karena perusahaannya sudah diputus oleh Pemkab Pesbar dan sampai sekarang tidak beroperasi,” kata warga Pekon Marang tersebut, Minggu (23/6).

Menurut dia, jumlah pekerja buruh ataupun karyawan di pabrik pengolahan sabut kelapa itu sebelumnya sekitar 200 orang baik laki-laki dan perempuan, rata-rata sudah berumah tangga dan sebagian pekerja hanya memiliki penghasilan dari buruh dipabrik tersebut. Sehingga, sejak tidak beroperasinya pabrik dilokasi itu, kini banyak warga yang menganggur dan tidak ada pekerjaan lain.

“Bahkan ada salah satu pekerja yang memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan ngelahang atau memungut buah kelapa yang jatuh di perkebunan warga dengan hasil tidak menentu serta kekurangan,” jelasnya.

Lanjutnya, sekitar 200 buruh yang kehilangan pekerjaan itu terdiri dari buruh bongkar muat, penjemuran, penggilingan, pengayakan, bagian pres sabut kelapa dan pekerja lainnya. Dengan berhentinya pabrik pengelolaan sabut kelapa di kawasan itu, tentu tidak sedikit warga yang kehilangan mata pencaharian.

“Saya biasanya dalam satu bulan bisa mendapat penghasilan sekitar Rp2 juta lebih, karena upahnya dengan sistem secara borongan,” katanya.

Seperti, kata dia, dalam bongkar muat sabut kelapa itu dengan upah minimal Rp2.100,- dalam satu ball, sedangkan dalam satu kali muat rata-rata mencapai 120 ball. Begitu juga dengan upah muat untuk coco feat dengan biaya muat Rp30 ribu per palet, juga pekerjaan lainnya, karena itu dalam satu bulan, buruh di pabrik pengolahan sabut kelapa itu bisa mencapai Rp2 juta lebih.

“Sedangkan, saat ini saya dalam satu bulan hanya berpenghasilan sekitar Rp400 ribu. Kita berharap Pemkab bisa mengoperasikan lagi pabrik pengolahan sabut kelapa itu, karena banyak berdampak bagi masyarakat,” tandasnya.(yan/mlo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: