Dua Saksi Ahli Dihadirkan JPU, Pembakaran Barang Bukti oleh Novrida Nunyai Masuk Perkara Menghalangi

Dua Saksi Ahli Dihadirkan JPU, Pembakaran Barang Bukti oleh Novrida Nunyai Masuk Perkara Menghalangi

Medialampung.co.id - Dua saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Utara (Lampura) dihadirkan, dalam sidang lanjutan korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) 2017-2018 atas terdakwa Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Lampura, Maya Metissa.

Dalam sidang yang berlangsung secara online di PN Kelas IA Tanjungkarang itu, JPU Hardiansyah, menghadirkan dua orang saksi. Yakni ahli pidana hukum dari Universitas Lampung (Unila) Edi Rifai dan Ketua Tim dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Lampung, Nova Tamara.

Dalam keterangannya di persidangan, salah satu yang dijelaskan Edi Rifai, adalah terkait pembakaran barang bukti nota pencairan dana BOK 2017-2018, yang dilakukan oleh mantan bendahara pengeluaran Dinkes Lampura, Novrida Nunyai.

Ahli hukum itu berpendapat, jika memang benar Novrida Nunyai melakukan hal tersebut (pembakaran nota BOK). Maka dapat diartikan masuk dalam Pasal 55. Yakni menghalangi.

"Menurut jaksa, perkara ini lebih kepada kadisnya. Kalau pengacara terdakwa, mereka menyatakan bahwa bendahara yang melakukan pemotongan, namun tidak jadi tersangka. Apalagi asa pemusnahan atau pembakaran barang bukti berupa dokumen, yaitu menghapus file dan sebagainya," katanya, Senin (2/11).

Dia pun menjelaskan, pada Pasal 55 ada yang namanya turut serta, jika dua-duanya melakukan ada tindak pidana. 

"Dengan demikian, menurut saya, jaksa harus membuktikan apakah ada perintah dari atasan ke bawahan soal pemusnahan barang bukti tersebut. Kalau memang ada (perintah) tidak dipidana, tapi jika tidak ada perintah, dia (bendahara) masuk dalam pasal menghalang-halangi penyidikan pidana tersebut," kata dia.

Dilain hal, kesaksian dari Ketua Tim BPKP Perwakilan Lampung, Nova Tamara, menegaskan, ada kerugian negara dalam kasus yang menjerat Kepala Dinas Kesehatan Lampura, Maya Metissa.

"Setelah kami pelajari kasusnya, kami melihat ada penyimpangan yaitu berupa pemotongan dana BOK Puskesmas di Lampung Utara. Potongan 10 persen tanpa kwitansi. Bendahara dinas tidak memberikan bukti kwitansi, tapi ada cap lunas seolah-olah tidak ada pemotongan, tapi pada kenyataannya ada (pemotongan)," kata Nova.

Dirinya menjelaskan bahwa bendahara dan puskesmas pun sama-sama mencatat pemotongan. "Pun total pemotongan itu mencapai Rp2,1 miliar. Dan kami lampirkan dalam laporan kerugian keuangan negara," jelasnya.

Pernyataan dari puskesmas katanya, bahwa ada pemotongan sebesar 10 persen, dan dicatat oleh mereka (pihak puskesmas). "Kita lakukan klarifikasi ke kepala dinasnya, dan diakuinya ada pemotongan. Penyerahan dilakukan setelah ada pencairan," pungkasnya. (mlo/)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: