DPRD Lampung Minta Arinal Surati Menteri Perdagangan Terkait Harga Singkong

DPRD Lampung Minta Arinal Surati Menteri Perdagangan Terkait Harga Singkong

Medialampung.co.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung, Mingrum Gumay menghadiri rapat terkait anjloknya harga singkong yang diselenggarakan Komisi I DPRD Lampung di ruang rapat komisi, Senin (8/3).

Dalam kesempatan tersebut, Mingrum meminta Gubernur Ir. Hi. Arinal Djunaidi menyurati Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk menutup kegiatan impor tapioka terutama yang didatangkan dari negara Vietnam dan Thailand.

"Pemerintah daerah harus berani. Gubernur Lampung buat surat ke Menteri Perdagangan bahwa kran impor tapioka dari luar negeri terutama Vietnam dan Thailand ditutup. Sehingga nilai jual petani singkong akan ngangkat," kata Mingrum.

Lanjutnya, Itu salah satu solusi untuk menaikkan harga singkong di tingkat petani yang terus mengalami penurunan   dari beberapa bulan yang lalu.

"Jadi kepala daerah harus berani tutup itu kran impor. Boleh jadi ada perusahaan di Lampung yang ikut memainkan peran impor. Tata niaga singkong juga harus jelas siapa yang mengatur apakah diserahkan sepenuhnya kepada petani dan pengusaha atau ada campur tangan pemerintah," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Lampung Wahrul Fauzi Silalahi mengatakan, Indonesia saat ini  menduduki posisi ke empat negara penghasil singkong terbesar di dunia.

"Lampung sendiri menjadi Provinsi pertama penghasil singkong terbesar di Indonesia. Tapi 10 bulan terakhir petani singkong menjerit. Dimana singkong hanya dihargai Rp.350 rupiah itu bisa di cek di lapangan. Komisi II siap membuatkan Perda dan Pansus untuk mengukur dan menjaga harga singkong," jelas Wahrul.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung Satria Alam mengatakan singkong merupakan barang bebas  yang tidak diatur oleh Kementerian Perdagangan sehingga, harga singkong disesuaikan dengan harga pasaran atau hukum pasar dan pabrikan yang dilakukan pemotongan refleksi atau potongan kadar air yang cukup tinggi. 

"Karena tidak ada regulasi maka terjadilah harga pasar antara petani dan pabrik. Ada kesepakatan antara petani dan pabrik. Namun kita sudah koordinasi dengan pemerintah pusat. Jika harus menyurati Kementerian kami siap nanti akan disampaikan ke pimpinan," ungkapnya. (ded/mlo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: