Walhi Lampung Soroti Kematian Harimau Sumatera di Batu Brak: Cermin Kegagalan Sistem Konservasi?
WALHI Lampung menyoroti kematian harimau di Lampung Barat dan mendesak evaluasi penuh sistem konservasi.--
BACA JUGA:Warga Kecewa, Reses Arnol Alam di Abung Selatan Dinilai Tanpa Persiapan
“Kalau ada yang bilang harimau keluar karena kehilangan mangsa, itu perlu dikaji. Tidak serta-merta berarti di dalam TNBBS sudah tidak ada lagi babi atau hewan lain yang bisa dimangsa. Permasalahan habitat dan konflik dengan manusia jauh lebih kompleks dari sekadar asumsi itu,” ujarnya.
Walhi Lampung mendesak agar pemerintah daerah, BKSDA, dan lembaga konservasi lainnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur mitigasi konflik satwa liar dan manusia.
Menurut Irfan, model penanganan konflik seharusnya tidak hanya berbasis pada reaksi spontan di lapangan, tetapi juga pada kajian ilmiah dan perencanaan jangka panjang.
“SOP mitigasi konflik ini harus dievaluasi. Tim penanganan harus memiliki model penanganan berdasarkan situasi lapangan dan hasil kajian ilmiah. Selain itu, perlu sosialisasi kepada masyarakat agar kejadian serupa tidak terulang lagi,” tegasnya.
BACA JUGA:Lampung Catat Sejarah Baru, Tembus 10 Besar Nasional di POPNAS XVII
Ia menambahkan bahwa kematian Harimau Bakas bukan hanya kehilangan satu individu satwa, tetapi juga mencerminkan lemahnya koordinasi antar instansi dalam menjaga keberlangsungan satwa dilindungi di Lampung.
“Setiap konflik manusia dan satwa harusnya jadi pembelajaran. Jangan sampai ada lagi korban, baik dari sisi manusia maupun satwa liar yang semakin langka ini,” pungkas Irfan.
Diberitakan sebelumnya seekor harimau Sumatra dievakuasi oleh petugas setelah muncul laporan warga mengenai kemunculannya di kawasan pemukiman di Kecamatan Batu Brak.
Proses penangkapan dilakukan untuk menghindari potensi konflik antara satwa dan masyarakat.
BACA JUGA:Satgas MBG Lampung Minta SPPG Disiplin Laporkan Data untuk Hindari Keterlambatan Dana
Namun, setelah beberapa hari dirawat, harimau tersebut dilaporkan meninggal dunia, diduga akibat komplikasi kesehatan.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kasus konflik manusia dengan satwa liar di wilayah penyangga TNBBS, sekaligus menjadi peringatan keras bahwa upaya konservasi di Lampung membutuhkan penanganan yang lebih serius dan terintegrasi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




