
Nama Tom Lembong disebut-sebut tidak sendirian. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, juga tengah menghadapi proses hukum yang dinilai memiliki pola serupa.
Fenomena ini menimbulkan kesan kuat bahwa proses peradilan tengah bergeser dari arena keadilan menuju panggung kekuasaan.
Proses hukum yang seharusnya steril dari kepentingan politik kini justru dicurigai menjadi alat untuk menghabisi oposisi.
Jika benar, maka demokrasi Indonesia menghadapi tantangan serius, di mana hukum tak lagi menjadi penyeimbang, melainkan senjata.
BACA JUGA:Cedera di Bagian Mata Saat Main Padel, Arie Untung Dilarikan ke Rumah Sakit
Di sisi lain, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menegaskan bahwa proses peradilan berjalan tanpa intervensi.
Pihak pengadilan menyatakan bahwa majelis hakim telah bertindak berdasarkan fakta-fakta persidangan dan pertimbangan hukum yang objektif.
Mereka juga mempersilakan publik untuk menempuh jalur banding jika merasa keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan.
Namun, polemik belum reda. Banyak pihak kini menaruh harapan besar kepada pengadilan tingkat banding agar dapat mengevaluasi putusan ini secara lebih jernih, dengan mengedepankan prinsip keadilan dan akal sehat.
BACA JUGA:Aspal Jalinsum Lampung Menjerit Diinvasi Truk Batu Bara
Harapan ini tak hanya untuk Tom Lembong, tetapi juga sebagai pembuktian bahwa sistem peradilan masih memiliki harapan untuk berdiri di atas kebenaran, bukan kekuasaan.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi publik. Bahwa siapa pun bisa tersandung hukum, bukan hanya karena perbuatannya, tetapi juga karena posisinya dalam peta politik.
Di tengah krisis kepercayaan terhadap lembaga hukum, publik kini menanti: apakah keadilan akan menemukan jalannya, atau justru makin tenggelam dalam pusaran kepentingan?. (*)