MEDIALAMPUNG.CO.ID - Desa Toro yang terletak di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, merupakan salah satu desa adat yang masih teguh memegang warisan leluhur.
Masyarakatnya menjunjung tinggi prinsip hidup harmonis dengan alam dan sesama manusia. Salah satu wujud nyata dari nilai-nilai tersebut adalah pelaksanaan ritual adat bernama Vunja Ada Mpae, sebuah upacara sakral untuk menyambut dan mensyukuri hasil panen.
Ritual ini dilakukan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dari kehidupan agraris masyarakat Toro. Dalam pelaksanaannya, Vunja Ada Mpae bukan hanya sekadar tradisi tahunan, tetapi juga simbol keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Upacara ini biasanya digelar menjelang panen raya sebagai bentuk penghormatan terhadap anugerah hasil bumi yang melimpah.
BACA JUGA:Festival Erau: Warisan Budaya Kutai Kartanegara yang Mendunia
Masyarakat Toro menjalani kehidupan mereka berdasarkan dua nilai dasar yang disebut hintuvua dan katuvua. Hintuvua mengajarkan pentingnya menjaga hubungan sosial yang kuat, seperti tolong-menolong, rasa saling percaya, serta pengambilan keputusan secara bersama-sama.
Sementara katuvua mengajarkan bagaimana manusia harus menjaga keseimbangan dengan alam, memperlakukan lingkungan secara bijaksana agar tetap lestari.
Rangkaian Vunja Ada Mpae dimulai dari musyawarah antara para tetua adat dan sekelompok warga yang tergabung dalam kelompok tina ngata.
Tina ngata terdiri dari orang-orang yang memahami siklus pertanian dan pengetahuan tradisional tentang cuaca, perbintangan, dan tanda-tanda alam. Dari diskusi ini, ditentukanlah waktu paling tepat untuk menggelar upacara adat tersebut.
BACA JUGA:Pusung Tagel: Ikon Kedewasaan dan Keanggunan Perempuan Bali
Setelah hari pelaksanaan ditetapkan, masyarakat desa kemudian bersiap menyambut tamu dari desa tetangga. Kegiatan ini disebut maeko, yaitu tradisi mengundang komunitas luar untuk ikut merayakan keberhasilan panen.
Selain sebagai ajang silaturahmi, maeko juga mencerminkan nilai keterbukaan dan persaudaraan masyarakat Toro.
Tempat pelaksanaan upacara biasanya berada di lapangan desa. Di tengah lapangan didirikan bangunan adat yang disebut lobo, yang terbuat dari bambu dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan simbolis hasil panen.
Di sinilah berbagai hasil pertanian, seperti padi dan hasil kebun, akan dipersembahkan sebagai bentuk penghormatan terhadap bumi yang telah memberikan kehidupan.
BACA JUGA:Tari Cilinaya: Warisan Seni Bali yang Penuh Sukacita