Meski hatinya hancur, Empu Sidi Mantra tak sanggup membiarkan anaknya menderita. Ia pergi bertapa ke Gunung Agung untuk memohon pertolongan kepada makhluk gaib penjaga kekayaan, Naga Besukih.
Setelah melalui perjalanan berat, Empu memanggil Naga Besukih dengan membunyikan genta pusaka.
Sang naga muncul dari gua dan bertanya maksud kedatangan sang empu. Dengan jujur, Empu Sidi Mantra memohon harta untuk melunasi utang anaknya.
Naga Besukih pun menyanggupi permintaan itu dengan satu syarat: agar Manik Angkeran memanfaatkan harta tersebut dengan bijak.
BACA JUGA:Festival Krakatau: Simfoni Budaya dan Pariwisata Lampung yang Memikat Dunia
Empu Sidi Mantra kembali dan menyerahkan harta dari naga kepada Manik Angkeran sambil memberi nasihat agar ia berhenti berjudi.
Untuk sementara, Manik tampak berubah. Namun, tak lama kemudian, sifat lamanya kembali muncul.
Ia menggunakan seluruh harta itu untuk berjudi. Ketika kembali kalah, ia kembali ke rumah dan meminta bantuan kepada ayahnya lagi.
Namun kali ini, Empu Sidi Mantra bersikeras tidak akan membantu. Merasa terdesak dan malu, Manik Angkeran menyusun rencana buruk.
BACA JUGA:Gamolan Pekhing: Instrumen Musik Bambu Khas Lampung yang Mendunia
Ia mencuri genta pusaka ayahnya saat sang empu tertidur. Dengan genta itu, ia pergi ke Gunung Agung berniat memanggil Naga Besukih sendiri.
Setelah sampai, ia membunyikan genta dan naga sakti itu pun muncul. Saat ditanya, Manik berbohong bahwa ayahnya menyuruhnya datang untuk mengambil harta lagi.
Meski curiga, Naga Besukih tetap memberi harta. Namun, saat melihat permata besar di ekor naga, keserakahan Manik Angkeran muncul. Ia menebas ekor naga untuk mengambil permata itu dan segera lari.
Naga Besukih yang marah besar langsung menyemburkan api dari bekas tapak kaki Manik Angkeran. Api itu menjalar cepat hingga akhirnya membakar tubuh Manik hingga hangus menjadi abu.
BACA JUGA:Tari Boboko Mangkup: Simbol Ketahanan Pangan dalam Balutan Gerak Seni Sunda
Tak lama setelah itu, Empu Sidi Mantra yang baru menyadari gentanya hilang bergegas ke Gunung Agung. Di tengah jalan, ia menemukan bekas tubuh anaknya yang terbakar dan potongan ekor naga.