
Pada 2006, Wilmar resmi tercatat sebagai emiten di Bursa Efek Singapura, memperkuat posisi bisnisnya di kawasan Asia dan dunia.
Hingga akhir 2020, perusahaan ini tercatat mengelola lahan lebih dari 230 ribu hektar, mayoritas berada di wilayah Indonesia, termasuk di Sumatera dan Kalimantan.
Sebagian lainnya tersebar di negara tetangga seperti Malaysia, serta beberapa wilayah di Afrika.
Selain memanfaatkan lahan milik sendiri, Wilmar juga menjalin kerja sama dengan petani kecil dalam pola kemitraan agribisnis berkelanjutan.
BACA JUGA:Pemkot Bandar Lampung Terima Bantuan Truk Sampah dari PT BA Tarahan
Tak hanya terbatas pada sektor minyak goreng, Wilmar Group juga merambah ke bisnis pangan lainnya seperti produksi beras, tepung, mie instan, dan aneka bumbu dapur.
Di sisi lain, sektor pupuk menjadi salah satu pilar pendukung bisnis mereka, dengan kapasitas produksi mencapai lebih dari satu juta metrik ton per tahun, yang sebagian besar ditujukan untuk kebutuhan perkebunan sawit.
Kembalinya dana belasan triliun rupiah ke kas negara menjadi salah satu capaian besar aparat penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor sumber daya alam.
Selain menjadi peringatan bagi pelaku industri lainnya, kasus ini juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap ekspor komoditas unggulan nasional. (*)