
Seiring dengan berkembangnya zaman, tradisi seperti Berebut Lawang mulai menghadapi tantangan.
Generasi muda lebih banyak berinteraksi dengan budaya global, dan tradisi lisan seperti pantun perlahan mulai ditinggalkan.
Namun, masyarakat Belitung masih berusaha mempertahankan warisan ini, terutama pada acara pernikahan adat.
BACA JUGA:Tari Periri Sesamungan: Merupakan Simbol Perdamaian dan Harmoni dari Nusa Tenggara Barat
Beberapa sekolah dan lembaga budaya setempat mulai memperkenalkan kembali tradisi pantun kepada anak-anak melalui lomba pantun atau kegiatan ekstrakurikuler.
Selain itu, tokoh adat dan keluarga besar di Belitung tetap konsisten melibatkan tradisi ini dalam setiap prosesi pernikahan sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya.
Pemerintah daerah pun turut mendukung dengan mempromosikan tradisi Berebut Lawang sebagai bagian dari destinasi wisata budaya.
Hal ini membuka peluang agar lebih banyak orang mengenal dan menghargai tradisi yang unik ini.
BACA JUGA:Batik Sasambo: Simbol Harmoni dari Tiga Etnis NTB
Tradisi Berebut Lawang bukan hanya sekadar adu pantun menjelang pernikahan, melainkan sebuah simbol dari kebijaksanaan lokal dalam menyatukan dua keluarga besar dengan cara yang indah dan bermartabat.
Melalui pantun yang lucu dan menghibur, masyarakat Belitung mengajarkan bahwa keharmonisan dapat dibangun lewat kata-kata yang santun dan penuh makna.
Di balik pintu yang diperebutkan itu, tersembunyi nilai-nilai luhur tentang cinta, persatuan, dan penghargaan terhadap budaya.
Selama tradisi ini terus dijaga dan dikenalkan kepada generasi berikutnya, Berebut Lawang akan tetap menjadi kebanggaan Belitung, dan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai harganya.(*)