LAMPURA, MEDIALAMPUNG.CO.ID - Warga Desa Madukoro, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara, mengeluhkan belum adanya kejelasan terkait penerbitan sertifikat tanah melalui program Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA).
Meski telah membayar biaya administrasi sebesar Rp800 ribu, proses sertifikasi masih terhambat hingga saat ini.
Advokat Heriyanto, S.H., meminta Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut tuntas persoalan ini untuk memberikan keadilan bagi warga.
“Saya berharap APH dapat memanggil dan memeriksa oknum kelompok masyarakat (Pokmas) dan Kepala Desa Madukoro karena diduga ada unsur penipuan dalam proses ini," tegas Heriyanto.
BACA JUGA:Daniel Priya Dinata Gaungkan Semangat Pancasila di Hari Sumpah Pemuda 2024
Menurut Kepala Desa Madukoro, Johan Ander Yanto, program sertifikat PRONA ditawarkan oleh BPN sejak 2019.
Sekitar 200 warga telah mengajukan pembuatan sertifikat pada tahun 2024.
Pengukuran tanah dilakukan oleh ATR-BPN Kotabumi dibantu oleh Pemerintah Desa Madukoro, tetapi hingga kini belum ada kepastian terkait penyelesaian pembuatan sertifikat.
Johan menegaskan bahwa semua rekomendasi dari pihak Kimal untuk warga sudah selesai. Namun, BPN belum memberikan konfirmasi mengenai pembuatan sertifikat.
BACA JUGA:Hadirkan Syila Music, Arinal-Sutono Bakal Gelar Kampanye di 10 Titik
"Saat ini semua rekomendasi sudah diselesaikan, tetapi BPN belum ada keputusan," ujar Johan pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Di sisi lain, Hesti, petugas loket ATR-BPN Kotabumi, menjelaskan bahwa pengajuan dari Desa Madukoro ditolak.
Menurutnya, sebagian besar tanah di desa ini merupakan tanah sengketa, yang membuat BPN tidak berani memproses permohonan sertifikat.
Warga Desa Madukoro merasa kecewa karena proses pembuatan sertifikat PRONA yang sudah berlangsung bertahun-tahun masih tidak jelas.
BACA JUGA:Eva-Deddy dan Reihana-Aryodhia Adu Gagasan di Debat Publik Pilwalkot Bandar Lampung