Mediasi Konflik PT TOP dan Warga, Parosil: Menuntut Boleh Tapi Jangan Hambat Pembangunan

Selasa 23-02-2021,13:38 WIB
Editor : Budi Setiyawan

Medialampung.co.id - Pemkab Lampung mempertemukan antara pihak PT. Tiga Oregon Putra (TOP) dan warga Pekon Bedudu Kecamatan Belalau, untuk mencari solusi terbaik terkait dengan konflik yang terjadi akibat aktivitas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang berlokasi di Dusun Tabak, Pekon Balak dan Dusun Way Kuwol, Pekon Kegeringan Kecamatan Batubrak. 

Pertemuan yang digelar di Ruang Rapat Pesagi Sekretariat Pemkab Lambar Selasa (23/2) tersebut dibuka oleh Bupati Lambar Hi. Parosil Mabsus yang didampingi Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Wasisno Sembiring, Wakapolres Lambar Kompol Dwi Santosa, SH., Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ansari, Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Endiawan, Kabag SDA Sri, Camat Belalau Akmal, Site Manager PT Tiga Oregon Putra, Cahyono Kusumo Aji dan jajaran serta Peratin Pekon Bedudu Alexander Metias bersama perwakilan warga. 

Pakcik---sapaan Parosil Mabsus mengungkapkan, mediasi tersebut dilakukan untuk mencari titik temu dan penyelesaian atas permasalahan yang terjadi antara pihak PT. TOP dengan masyarakat yang terdampak, dimana disinyalir menimbulkan kerusakan lahan milik warga setempat.

"Mediasi ini bukan cari-cari kesalahan, tapi mencari titik temu, PT. Tiga Oregon Putra tak boleh dirugikan termasuk masyarakat. Pembangunan PT. Oregon ini merupakan investasi di Lambar untuk memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat," ungkapnya. 

Ia meminta masyarakat yang mengalami dampak tersebut, agar tidak mencari kesalahan dari pihak perusahaan, apalagi sampai menghambat pekerjaan dari PT TOP.

"Jangan sampai kita mencari kesalahan atau menjadi penghambat pekerjaan PT Tiga Oregon. Menuntut boleh, tetapi dalam konteks yang wajar," kata dia. 

Ia juga mengharapkan peratin setempat untuk dapat memfasilitasi masyarakat yang terdampak dalam menyampaikan harapan dan keinginan kepada PT TOP. Sehingga hal itu dapat memberi keuntungan baik dari pihak PT dan masyarakat itu sendiri.

"Harus saling menguntungkan, pihak PT jangan kekeh dan jangan ego, masyarakat juga jangan sampai terlalu membebani pihak PT Oregon," ujarnya. 

Sementara itu, Site Manager PT Tiga Oregon Putra, Cahyono Kusumo Aji membantah jika pembangunan PLTM yang dilakukan itu menimbulkan kerusakan lahan perkebunan warga setempat. Menurutnya, longsor yang dimaksud masyarakat setempat telah terjadi sebelum pembangunan PT. TOP itu dilakukan. 

Pihaknya mengklaim, bahwa sebelum didirikannya PT. tersebut telah dilakukan penelitian terkait kondisi biologis, sehingga hal itu menjadi parameter studi sebelum mendirikan PT.

Ia melanjutkan, bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi dengan peratin pekon Bedudu Alexander, terkait dengan permasalah yang terjadi.

"Terkait keluhan masyarakat, kami telah menjelaskan kronologisnya, menjelaskan upaya yang dilakukan PT. dan komunikasi itu pada 22 Januari 2020. Kemudian kami melakukan peninjauan di lokasi pada 23 Februari bersama Peratin dan masyarakat," bebernya. 

Namun, kata dia, hasil dari komunikasi dan peninjauan tersebut, pihak pekon dan masyarakat setempat ke meminta perusahaan untuk membebaskan kerusakan lahan dengan ganti rugi sebesar Rp.200.000,- per meter dengan lebar 100 meter dan sepanjang 3 KM.

Sementara itu, pihak perusahan tak dapat melakukan pembebasan lahan itu, dikarenakan terkait masalah dan perizinan dimiliki. Menurutnya, izin pembebasan lahan sudah dilakukan pada tahun 2016/2017 seluas 1 hektar, sehingga tidak ada lagi izin terkait pembebasan lahan di Pekon bedudu.

"Izin pembebasan lahan sudah dilakukan seluas 1 hektar pada 2016-2017, sehingga tak ada izin lagi pembebasan lahan di Bedudu," kata Cahyono. 

Ia menambahkan, pihak PT pernah menawarkan penataan sungai di Way Semangka, tetapi tawaran tersebut ditolak dengan alasan pembebasan lahan terlebih dahulu.

Kesimpulannya, dalam mediasi tersebut bahwa pihak PT. TOP bersikeras tak mengakui jika kerusakan lahan warga itu akibat dari pembangunan proyek PLTM tersebut.

"Sehingga persoalan tersebut akan ditinjau lebih lanjut oleh Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, Dinas PTSP dan Naker dan Kepala Bagian Sumber Daya Alam serta PT. TOP yang bersangkutan. Pihak perusahan siap bertanggung jawab jika merugikan masyarakat. Kami siap bertanggung jawab, jika merugikan masyarakat, jika memang kalau aktivitas kami mengganggu lingkungan dan merusak tanam tumbuh," pungkasnya. (nop/mlo)

Tags :
Kategori :

Terkait