Oleh: Dahlan Iskan
SEBENARNYA Vaksin Nusantara ini tidak bisa dibandingkan dengan vaksin yang sudah ada. ”Teknologi”-nya berbeda. Proses vaksinasinya juga tidak sama. Sinovac menggunakan cara lama: memasukkan virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh. Itu untuk merangsang lahirnya imunitas di tubuh terhadap virus tersebut. Berbagai pandemi –atau pun epidemi– di masa lalu diatasi dengan vaksin jenis itu. Itulah sebabnya vaksin Sinovac dianggap sangat aman. Lain lagi dengan vaksin Pfizer, AstraZeneca, dan Johnson & Johnson. Mereka ini bermain di RNA –mengubah protein tertentu yang ada di sekitar DNA. Sedang Vaksin Nusantara pakai cara baru sama sekali. Termasuk cara vaksinasinya. Cara ini mengingatkan saya ketika menjalani stem cell di Dr dr Purwati, ahli stem cell dari Unair Surabaya. Yang sekarang juga buka klinik di Jakarta. Saya sudah menjalani stem cell itu lebih 10 kali. Termasuk stem cell untuk NK–cell maupun T-cell. Cara vaksinasi Vaksin Nusantara punya kemiripan dengan stem cell itu. Kalau Anda akan menjalani vaksinasi dengan Vaksin Nusantara, Anda akan menjalani proses pengambilan darah lebih dulu. Sebanyak tiga tabung. Atau tepatnya 40 cc. Darah Anda itu akan dimasukkan tabung (bag) plastik. Tabung itu terdiri dari tiga ”kamar”. Atau, ada tiga ”kamar” di bag itu. Kamar pertama untuk proses pemisahan darah putih dan darah merah Anda. Kamar kedua untuk menampung darah merah. Kamar ketiga untuk tempat darah putih. Semua itu kelihatan di mata. Anda bisa melihat darah Anda di dalam bag plastik itu. Hanya di ”kamar No. 3” itu –yang untuk darah putih itu– yang sudah terisi antigen. Kamar yang untuk darah merah tidak diberi apa-apa. Pengisian antigen di kamar No. 3 itu dilakukan di pabrik obat –saat bag plastik tersebut dibuat. Maka ketika darah putih Anda masuk ke kamar nomor 3 itu, akan langsung tercampur dengan antigen. Lalu dibiarkan di situ satu minggu. Selama 7 hari itu terjadi proses ”pendidikan” terhadap cell darah putih kita. Yakni bagaimana caranya agar cell kita memiliki anti virus Covid-19. Dalam satu minggu itu cell darah putih kita sudah memiliki imunitas terhadap Covid-19. Lalu di hari ke-7 ”cell yang sudah terdidik” itu disedot oleh alat suntik. Untuk disuntikkan kembali ke tubuh kita. Lewat lengan atas. Tidak perlu dalam. Cukup sampai ke bagian lemak. Tidak harus sampai otot seperti vaksin yang ada sekarang. Semua peralatan tadi (alat pengambil darah, bag-plastik-tiga-kamar dan alat penyuntik) ditempatkan dalam satu kotak sebesar kotak tisu. Atau sebesar kotak sepatu. Di kotak itu dilengkapi barcode. Agar kotak Anda tidak tertukar dengan kotak orang lain. Anda bisa menyimpan kotak berisi cell itu di tempat Anda menjalani proses vaksinasi. Misalnya di poliklinik. Atau di Puskesmas. Atau di lab seperti Prodia. Bisa juga, kotak itu Anda bawa pulang. Untuk didoain selama 7 hari 7 malam. Atau he he diberi asap dupa –asal jangan dimasukkan ke dalamnya. Kotak itu dimasukkan kulkas juga boleh, tapi tidak harus. Asal jangan dijemur atau direbus. Apalagi digoreng –karena hanya saham yang boleh digoreng. Ketika darah-putih-terdidik tadi masuk kembali ke tubuh kita, maka otomatis tubuh kita sudah memiliki anti virus Covid-19. Tidak perlu menunggu 2 atau 3 minggu. Tentu pada hari-hari berikutnya jumlah anti virus kita akan naik. Itu karena cell-terdidik kita tadi juga menjadi pendidik cell-cell kita yang lain. Tentu saya harus bertemu Prof Dr dr Taruna Ikrar, salah seorang ahli dari tim Vaksin Nusantara ini. Prof Ikrar adalah dosen di California University Irvine. Yang kampusnya tidak jauh dari Los Angeles. (Sedang yang di pertengahan San Francisco –Sacramento itu California University Davis. Universitas ini memang punya beberapa kampus di beberapa tempat). Tentu saya juga ingin bertemu Prof Zubairi Djoerban, ketua Dewan Pertimbangan PB IDI. Juga Prof Dr Ahmad Rusdan Handoyo, ahli biologi molekuler dari Universitas Indonesia itu. Dua orang inilah pengkritik paling andal Vaksin Nusantara. Sedang saya sendiri adalah orang awam di bidang ini. Sewaktu terkena Covid-19 bulan lalu, saya juga menerima transfusi konvalesen. Yakni plasma darah dari pasien Covid-19 yang sudah sembuh. Tapi itu dari darah orang lain. Sedang yang Vaksin Nusantara ini dari darah kita sendiri. Mirip seperti ketika saya stem cell. Pengalaman saya berkali-kali menjalani stem cell dan dua kali menerima konvalensen memudahkan saya memahami cara kerja Vaksin Nusantara ini. Waktu stem cell, darah saya juga diambil. Dua tabung. Isinya jutaan cell. Dokter Purwati lantas memilih-milih di antara jutaan cell itu. Mana yang terbaik. Terpilihlah beberapa cell unggulan. Yang muda. Yang bentuknya terbaik. Yang lahir dari proses pembelahan cell yang sempurna. Beberapa cell-muda itu lantas ”diternakkan” di laboratorium dokter Purwati. Dalam waktu 7 hari beberapa cell-muda itu sudah menjadi 200 juta cell muda. Lalu –200 juta cell muda itu–dimasukkan kembali ke tubuh saya. Berarti selama 5 tahun terakhir sudah lebih 2 miliar cell muda dimasukkan ke tubuh saya. Untuk mengganti cell yang sudah menua. Stem cell. Konvalesen. Kini saya menyiapkan diri untuk menerima Vaksin Nusantara. Sebagai relawan uji coba Tahap II. Bersama istri. Jadi, untuk Vaksin Nusantara, suntiknya memang satu kali. Bisa untuk seumur hidup. Begitu klaim dokter-Jenderal Terawan. Tapi ada proses pendahuluan: mengambil darah itu. “Dengan demikian yang diimpor dari Amerika hanya antigen itu,” ujar Haryono Winarta, anggota tim Vaksin Nusantara. Itu pun tidak banyak. “Lima liter antigen bisa untuk jutaan unit vaksin,” tambahnya. Antigen khusus itulah yang ditemukan di Amerika. Oleh ahli Amerika. Tapi mereka mengalami banyak kesulitan untuk menjadikannya vaksin siap pakai. Untung ada dokter-Jendral Terawan Agus Putranto. Yang rupanya memiliki banyak info tentang penemuan baru apa saja di dunia ini. Lalu Terawan melihat peluang: kok salah satunya belum diwujudkan untuk kehidupan sehari-hari. Banyak penemuan yang nasibnya seperti itu. Di berbagai bidang. Dan Terawan jeli melihat yang ada di bidangnya: kedokteran. Itulah penemuan baru tersebut: vaksin dendritic cell. Dendritic Cell adalah cell imun yang sekaligus bisa jadi ”guru” untuk mendidik cell lainnya. Bagi saya dendritic cell ini hal baru. Maklum, saya orang awam. Yang saya kenal selama ini hanyalah cell darah merah, cell darah putih, NK cell (natural killer), dan T-cell. Sebagai orang yang sering melakukan terobosan, Terawan melihat penemuan baru itu bisa dijadikan keunggulan nasional. Lalu membawanya ke Indonesia. Jadilah Vaksin Nusantara.(Bersambung besok)Vaksin Nusantara (2)
Sabtu 20-02-2021,05:53 WIB
Editor : Andry Nurmansyah
Kategori :