Fakultas Hukum Unila Lahirkan Doktor Pertama

Selasa 22-03-2022,20:31 WIB
Editor : Budi Setiyawan

Medialampung.co.id - Fakultas Hukum Unila melahirkan Doktor pertama Dwi Putri Melati, S.H., M.H., C.Me yang mengusulkan Refungsionalisasi Hukum Pidana Adat Lampung dalam Disertasinya agar bisa disandingkan dengan Hukum Pidana Nasional.

"Refungsionalisasi Hukum Pidana Adat Lampung Dalam Sistem Penegakkan Hukum Pidana Berbasis Kearifan Lokal" di dalam sidang terbukanya, Selasa (22/3).

Dwi Putri Melati mengangkat Hukum adat Lampung dalam disertasinya agar bisa disandingkan dengan hukum nasional yang selama ini Hukum adat Lampung tidak pernah di ikut sertakan dalam peradilan nasional karena masih stagnan.

Setelah resmi menyandang gelar Doktor Dwi Putri Melati menginginkan agar difungsikannya kembali Hukum Pidana Adat Lampung dalam kasus pidana yang terjadi di wilayah Lampung, dan berlaku bagi orang Lampung serta orang luar Lampung yang telah diangkat saudara secara adat (Angkon Muakhi).

Sebelumnya para penguji menanyakan apa bedanya hukum pidana nasional dan hukum adat Lampung,jika hukum adat Lampung itu asli kearifan lokal, sedangkan hukum nasional itu masih warisan dari Belanda.

Dengan penuh percaya diri Doktor Dwi Putri Melati menjawab pertanyaan satu persatu penguji menjelaskan pada dasarnya hukum adat Lampung itu asli masyarakat Indonesia, namun tidak pernah dilaksanakan pada kehidupan secara nasional,dan itu bagi masyarakat Lampung adalah merupakan suatu kehormatan jika hukum adat Lampung bisa masuk ke dalam RUU KHUP secara nasional.

Penguji yang lainnya juga memberikan pertanyaan yang ringan ke calon Doktor, dalam bentuk apa legalitas hukum adat Lampung bisa diwujudkan di RUU KUHP, dalam hukum positif yang mana mengakui hukum yang hidup di masyarakat, jadi bagaimana hukum adat Lampung nantinya bener-bener bisa diterapkan di hukum pidana.

Dalam Hukum adat lampung ada metode yang lebih humanis dengan mengangkat saudara dan itu bisa dilaksanakan di daerah teritorial Lampung karena di Lampung juga banyak masyarakat di luar lampung dengan begitu bila ada masyarakat yang tersandung masalah bisa lebih cepat dilaksanakan tanpa harus mengeluarkan anggaran yang lebih besar.

Dwi Putri Melati mengatakan, Hukum Pidana Adat Lampung sebagai kearifan lokal masyarakat Lampung telah diterapkan jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. 

Namun, lanjutnya, saat ini Hukum Pidana Adat Lampung tidak menjadi prioritas penerapan hukum dalam perkara pidana di masyarakat Lampung, melainkan masih menerapkan hukum pidana positif.

Sementara, masyarakat Lampung baik Pepadun maupun Saibatin, lebih mempercayai penerapan Hukum Pidana Adat Lampung dalam memberi efek jera dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat. 

“Untuk itu, diperlukan penegakan kembali Hukum Pidana Adat Lampung dalam kasus pidana di masyarakat Lampung," urainya.

Lanjutnya Dwi menambahkan, orientasi hukum adat Lampung bisa laksanakan dalam pencegahan dan memberikan sanksi, seperti anggaran yang tidak terlalu banyak, sedangkan untuk menerapkan hukum pidana adat Lampung itu nantinya para perwatin yang memberikan rekomendasi ke pengadilan negeri bila di atas lima tahun.

Dia memaparkan, fungsi hukum pidana adat Lampung berupa hukum pidana materil, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana dapat diusulkan dalam Peraturan Perundang-Undangan karena RUU KUHP memberi ruang untuk mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Indonesia.

Dwi menjelaskan, masyarakat adat Pepadun dan Saibatin di Provinsi Lampung memiliki kitab hukum yang mengatur hukum adat Lampung terkait hukum perdata, hukum tata negara daerah, dan hukum pidana.

"Untuk hukum pidana adat Lampung diatur di dalam kitab maupun buku adat Lampung, yaitu Cepalo, Kuntara Rajo Asa/Aso dan Kitab Kuntara Raja Niti," ujar Kaprodi Magister Hukum Universitas Saburai ini.

Dalam penerapan Hukum Pidana Adat Lampung, lanjut Dwi, berbagai pelanggaran atau tindak pidana seperti pencurian, penggelapan, fitnah, melarikan anak gadis, penghinaan, pemalsuan, hingga pembunuhan diselesaikan melalui Sidang Perwatin.

"Pelanggaran-pelanggaran ini diselesaikan melalui Sidang Perwatin menggunakan asas kekeluargaan melalui musyawarah. Pelaksanaan pidananya juga dilakukan oleh Perwatin," tutur Dwi.

Sementara, Kaprodi Doktor Ilmu Hukum Unila, Muhammad Akib mengatakan penelitian yang dilakukan Dwi Putri Melati sangat sesuai dengan keunggulan Prodi Doktor Unila, yaitu mengangkat nilai-nilai hukum Pancasila.

"Beliau mengangkat tentang Hukum Pidana Adat Lampung, tema ini sangat sesuai dengan kekhasan atau keunggulan yang ada di prodi kami," ujar Muhammad Akib.

Dia berharap, Dwi Putri Melati tetap mengembangkan ilmunya, baik untuk mengangkat institusinya Universitas Saburai, maupun bagi Program Doktor Unila.

"Nanti bisa jadi Dwi Putri Melati bisa menjadi dosen atau penguji di program studi doktor kami," tandasnya

Hadir Wakil Rektor Bidang Akademik Unila, Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., mewakili Rektor Unila, Prof. Dr. Karomani, M. Si., sebagai ketua tim penguji. Selanjutnya, Sekretaris Penguji, Prof.Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., sekaligus Kaprodi Doktor Ilmu Hukum Unila. 

Lalu, Penguji Eksternal, Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H., yang merupakan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Diponegoro. Sebagai penguji internal adalah Dr. M. Fakih, S.H., M.S., Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum., dan Dr. Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. (jim/mlo)

Tags :
Kategori :

Terkait