Arsitektur dan Interior di Zaman Kerajaan Majapahit
Arsitektur dan desain interior zaman Majapahit merupakan cerminan peradaban yang maju dan berakar pada filosofi luhur. Foto:Instagram@notarishanschristian--
MEDIALAMPUNG.CO.ID – Kerajaan Majapahit dikenal bukan hanya karena kejayaannya dalam politik dan perdagangan, tetapi juga karena keindahan arsitektur serta desain interiornya yang sarat makna.
Setiap bangunan dan perabot pada masa itu mencerminkan filosofi hidup masyarakat Jawa yang menyeimbangkan keindahan, spiritualitas, dan fungsi.
Meskipun belum ada profesi desainer seperti saat ini, hasil karya para seniman dan perajin Majapahit menunjukkan tingkat kreativitas dan teknik yang luar biasa.
BACA JUGA:Situs Trowulan: Menelusuri Jejak Kejayaan Majapahit
Ciri Umum Arsitektur Majapahit
Bangunan pada masa Majapahit umumnya terbuat dari bahan alami yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Batu bata merah menjadi ciri khas utama, digunakan sebagai bahan dinding dan pondasi. Uniknya, batu bata tersebut direkatkan bukan dengan semen, melainkan dengan bahan perekat alami seperti getah atau cairan tumbuhan.
Sementara itu, kayu dan bambu dipilih untuk bagian atap karena ringan dan lentur, sedangkan genteng tanah liat digunakan sebagai pelapis luar yang melindungi bangunan dari panas dan hujan.
Rumah atau bangunan biasanya dibangun di atas batur, yaitu pondasi setinggi 60–100 cm. Selain berfungsi melindungi dari kelembapan tanah, pondasi ini juga memberi kesan megah pada bangunan.
Bagian depan rumah biasanya memiliki teras atau pendopo, tempat berkumpul, menerima tamu, atau mengadakan upacara. Pendopo ini ditopang oleh tiang-tiang kayu besar yang menambah kesan kokoh sekaligus elegan.
BACA JUGA:Mengenal Megathrust: Ancaman Besar di Bawah Laut Nusantara
Filosofi dan Kosmologi dalam Tata Ruang
Konsep penataan ruang di masa Majapahit dipengaruhi oleh ajaran Hindu-Buddha, terutama dalam pembagian ruang berdasarkan kosmologi dunia atas, tengah, dan bawah. Pola bangunan dibuat simetris dengan tata letak geometris yang mencerminkan keseimbangan dan keteraturan.
Ruang-ruang dengan fungsi suci atau baik, seperti tempat berdoa, biasanya berada di bagian depan atau tengah rumah. Sementara itu, bagian belakang digunakan untuk fungsi yang dianggap kurang baik seperti dapur, kamar mandi, atau tempat pembuangan.
Prinsip ini menunjukkan bagaimana masyarakat Majapahit memadukan nilai spiritual dengan fungsi praktis kehidupan sehari-hari.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





