Kain Gebeng: Warisan Tenun Khas Ogan Ilir yang Hampir Punah namun Bangkit Kembali
Tenun Gebeng kembali populer berkat pelatihan, inovasi desain, dan dukungan pemerintah daerah-Foto Instagram@shazkiamy-
BACA JUGA:Tak Khawatir Dimanfaatkan, Olla Ramlan Santai Pacari Aktor Muda Tristan Molina
Kehidupan Penenun yang Semakin Berkurang
Meskipun memiliki nilai budaya yang tinggi, keberadaan kain Gebeng sempat berada pada fase kritis. Pada tahun 2021, jumlah penenun asli kain ini tercatat tinggal delapan orang, dan sebagian besar di antaranya sudah berusia lanjut. Minimnya regenerasi membuat dikhawatirkan bahwa kain Gebeng akan hilang sepenuhnya jika tidak ada pelestarian yang serius.
Banyak generasi muda yang tidak lagi tertarik menekuni profesi sebagai penenun karena menganggap pekerjaan ini berat, membutuhkan waktu lama, dan hasilnya belum tentu sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan.
Kondisi tersebut membangkitkan kekhawatiran berbagai pihak, terutama Dekranasda Kabupaten Ogan Ilir. Ketua Dekranasda, Tikha Alamsjah Panca Wijaya, menyampaikan bahwa jika tidak dilakukan regenerasi segera, seni menenun Gebeng bisa saja lenyap dari budaya masyarakat Ogan Ilir.
BACA JUGA:Rencana Pembukaan Galian C Milik Waka I DPRD Lambar Tuai Penolakan dari Warga
Upaya Pelestarian dan Regenerasi Penenun Muda
Untuk menjaga agar kain Gebeng tidak punah, Dekranasda Ogan Ilir mengambil langkah konkret dalam upaya pelestarian dan regenerasi. Salah satu langkah penting adalah menyelenggarakan pelatihan menenun bagi pemula, terutama anak-anak muda di Ogan Ilir. Pelatihan ini bertujuan membuka peluang bagi generasi baru untuk mengenal sekaligus melanjutkan tradisi yang diwariskan para leluhur.
Program pelatihan tersebut bukan hanya mengajarkan teknik dasar menenun, tetapi juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk berinovasi dalam menciptakan desain baru yang lebih modern. Langkah ini dilakukan agar kain Gebeng bisa tetap relevan dan diminati di tengah perkembangan mode yang terus berubah.
Hasilnya cukup menggembirakan. Penenun muda kini mulai bermunculan kembali, dan produksi kain Gebeng meningkat menjadi sekitar 70 lembar per bulan, dengan waktu pengerjaan satu kain berkisar antara dua minggu hingga satu bulan, tergantung kerumitan motif dan jenis benang yang digunakan.
BACA JUGA:Cicilan KUR BRI Rp60–70 Juta 2025, Kenapa Disebut Zona Nanggung
Inovasi Produk dan Pengembangan Pasar
Untuk memperluas minat masyarakat, kain Gebeng kini tidak hanya ditenun sebagai lembaran kain untuk pakaian adat, tetapi juga telah dimodifikasi menjadi berbagai produk fashion seperti baju, jas, tas, dompet, hingga aksesoris modern. Dengan desain yang lebih kekinian, kain Gebeng kini tampil lebih fashionable tanpa menghilangkan identitas tradisionalnya.
Upaya pemasaran juga dilakukan melalui partisipasi dalam berbagai pameran berskala nasional dan lokal. Penenun dari Ogan Ilir secara bergiliran diikutsertakan dalam pameran seperti Dekranas Expo 2024 di Solo, Kriya Nusa di Jakarta, Sumsel Expo di Yogyakarta, serta Festival Sriwijaya dan Festival UMKM di Palembang. Setiap pameran selalu menghasilkan transaksi yang membuktikan bahwa kain Gebeng mulai mendapatkan tempat di hati masyarakat, khususnya ibu-ibu penggemar kain tradisional.
Harga jual kain Gebeng berkisar antara Rp 800.000 hingga Rp 1.650.000 per lembar, tergantung bahan dasar dan motif yang digunakan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





