Disway Awards

Deureuham: Mata Uang Emas Tertua dari Kerajaan Samudera Pasai

Deureuham: Mata Uang Emas Tertua dari Kerajaan Samudera Pasai

Deureuham bukan hanya sekadar alat tukar, tetapi juga simbol kemakmuran serta identitas kerajaan-kerajaan Islam awal di Nusantara. - Foto: Instagram@merrykurnia86--

BACA JUGA:Cek Simulasi KUR BRI 2025 untuk Pinjaman Rp20 Juta: Modal Ideal Memulai Usaha Toko Pakaian

Bentuk dan Ciri Khas Deureuham

Secara fisik, deureuham memiliki bentuk yang khas. Baik versi Samudera Pasai maupun Aceh, cirinya hampir sama:

  • Bentuk: bulat, kecil, tipis
  • Diameter: sekitar 1 sentimeter
  • Berat: tidak lebih dari 9 grein Inggris (1 grein = 0,583 gram)
  • Bahan: umumnya emas 18 karat
  • Aksara: ditulis menggunakan huruf Arab dengan cetakan timbul

Walaupun ukurannya kecil, nilai deureuham cukup tinggi karena terbuat dari emas. Pada sisi depan terdapat nama sultan yang berkuasa. Sultan Samudera Pasai dan beberapa sultan Aceh memakai gelar “Malik az-Zahir” pada koin mereka. Gelar ini menunjukkan kedekatan gaya pemerintahan Aceh dengan Samudera Pasai yang lebih dulu maju.

Namun, hal tersebut tidak berlangsung selamanya. Pada masa pemerintahan Sultan Ali Riayat Syah (1571–1579 M), gelar “Malik az-Zahir” tidak lagi dicantumkan pada mata uang.

BACA JUGA:Sop Jepara, Kuah Bening Segar dengan Cita Rasa Tradisional

Tulisan di Sisi Belakang

Pada sisi belakang deureuham terdapat ungkapan Arab “as-sultan al-adil”, yang berarti sultan yang adil. Ungkapan ini ditemukan pada banyak koin masa Samudera Pasai dan masih digunakan hingga periode awal Kesultanan Aceh, termasuk masa Sultan Alaiddin Riayat Syah Al-Mukammil (1589–1604 M).

Namun, perubahan kembali terjadi pada masa Sultan Iskandar Muda (1607–1636 M). Sultan besar yang membawa Aceh mencapai puncak kejayaan ini tidak lagi menggunakan ungkapan tersebut pada mata uang kerajaan.

BACA JUGA:Deretan Smartwatch Xiaomi dengan Fitur Canggih dan Harga Terjangkau

Berakhirnya Produksi Deureuham

Produksi deureuham diketahui berhenti pada masa pemerintahan Tajul Alam Safiatuddin Syah, sultanah pertama Aceh yang memerintah pada abad ke-17. 

Setelah masa kepemimpinannya, tidak ada lagi penguasa Aceh yang melanjutkan pembuatan mata uang emas tersebut. 

Perubahan politik dan dinamika perdagangan global yang semakin kompleks kemungkinan menjadi penyebab hilangnya tradisi pencetakan mata uang ini.

BACA JUGA:Trik Sukses Klaim Link DANA Kaget 29 November 2025 Tanpa Akun Premium

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: