Pikon: Instrumen Bambu Pengisi Sunyi dari Lembah Baliem

Pikon: Instrumen Bambu Pengisi Sunyi dari Lembah Baliem

Pikon merupakan warisan budaya tak benda yang menyimpan nilai sejarah, filosofi hidup, dan kreativitas lokal. Foto:Instagram@edwinyepese--

BACA JUGA:Resep Pisang Goreng Kipas Renyah Tahan Lama dengan Tips Lengkap

Teknik yang Tak Mudah Dikuasai

Walaupun terlihat simpel, memainkan Pikon memerlukan keterampilan khusus. Tidak semua orang mampu menguasai cara mengatur tekanan udara, kekuatan tarikan tali, serta sudut meniup agar suara yang dihasilkan dapat terdengar jelas. 

Jika salah dalam teknik, Pikon justru tidak akan mengeluarkan bunyi sama sekali, atau hanya menghasilkan suara lemah dan tidak berarti.

Mereka yang terampil biasanya belajar dari orang tua atau kerabat yang lebih tua. Proses belajar dilakukan secara langsung, tidak lewat buku atau panduan tertulis, melainkan dari pengamatan dan latihan berulang. Oleh karena itu, keahlian ini menjadi sesuatu yang diwariskan, bukan hanya dipelajari secara umum.

BACA JUGA:Pemkab Pesisir Barat Jalin MoU dengan UNSRI, Fokus Penuhi Kebutuhan Dokter Spesialis

Simbol Kehidupan dan Kearifan Lokal

Lebih dari alat musik, Pikon juga mencerminkan filosofi hidup masyarakat Papua Pegunungan. Alat ini diciptakan dari bahan yang sepenuhnya alami dan tersedia di lingkungan sekitar. Tidak dibutuhkan teknologi atau alat khusus untuk membuatnya, hanya keterampilan tangan dan pemahaman terhadap alam.

Bunyi Pikon yang menyerupai suara burung atau alam liar menjadi simbol bagaimana masyarakat hidup menyatu dengan lingkungan. Tidak ada yang dipaksakan, semua dibiarkan mengalir sebagaimana adanya. 

Bahkan suara yang terdengar “sumbang” dari Pikon justru dianggap sebagai bagian dari keindahan, karena mencerminkan kebebasan ekspresi yang tidak dibatasi oleh aturan musikal baku.

BACA JUGA:Serma Selamet Latih Wawasan Kebangsaan dan PBB untuk Siswa SMP Qur’an Pelita Khoirul Umah

Tantangan dan Upaya Pelestarian

Saat ini, keberadaan Pikon menghadapi tantangan besar. Anak-anak muda Papua kini lebih banyak mengenal alat musik modern atau hiburan digital dibanding alat-alat tradisional warisan leluhur. Tak banyak yang tertarik untuk mempelajari cara membuat maupun memainkan Pikon.

Namun di tengah tantangan tersebut, sejumlah tokoh adat dan komunitas budaya mulai bergerak. Mereka memperkenalkan Pikon dalam festival seni, pertunjukan budaya, bahkan pendidikan lokal. Beberapa sekolah dan sanggar budaya di Papua telah mulai memasukkan alat musik tradisional ini dalam kegiatan ekstrakurikuler atau pelatihan seni.

Tidak hanya di Papua, Pikon juga mulai dikenal di berbagai wilayah lain Indonesia dan mancanegara sebagai bagian dari kekayaan musik etnik nusantara. Penggiat budaya dan peneliti musik tradisional juga turut serta dalam mendokumentasikan dan menyuarakan pentingnya menjaga eksistensi alat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: