Campak Darat: Kesenian Tradisional Berpantun dari Pulau Belitung

Campak Darat bukan sekadar warisan, melainkan gambaran identitas dan cara hidup masyarakat Belitung yang menjunjung kebersamaan, kebijaksanaan, dan kreativitas dalam berbahasa. Foto: Instagram@bintangbelitung--
BACA JUGA:Tari Periri Sesamungan: Merupakan Simbol Perdamaian dan Harmoni dari Nusa Tenggara Barat
Gerakan-gerakan kecil dan tarian sederhana turut ditampilkan oleh pemain perempuan saat menyanyikan pantun.
Gerakan ini tidak terlalu rumit, tetapi tetap memberikan nuansa estetika dan keselarasan dengan musik yang dimainkan.
Campak Darat sering dipertunjukkan dalam berbagai kegiatan adat dan sosial, seperti pernikahan, syukuran, panen raya, hingga festival budaya.
Dalam pernikahan, misalnya, Campak Darat menjadi hiburan malam hari yang mempererat hubungan antara keluarga pengantin dan masyarakat sekitar.
BACA JUGA:Batik Sasambo: Simbol Harmoni dari Tiga Etnis NTB
Acara Maras Taun, yaitu tradisi tahunan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen, juga biasanya menampilkan kesenian ini.
Dalam suasana penuh kegembiraan dan kekeluargaan, Campak Darat menjadi simbol keharmonisan antara manusia dan alam.
Meski masih bertahan, Campak Darat menghadapi tantangan besar dari perubahan zaman dan pengaruh budaya populer.
Generasi muda cenderung lebih akrab dengan hiburan digital, sehingga kesenian tradisional seperti ini mulai terpinggirkan.
BACA JUGA:Tradisi Rokok Jontal: Terbuat Daun Lontar yang Hidup di Pulau Sumbawa
Namun, sejumlah upaya telah dilakukan untuk melestarikannya.
Komunitas seni lokal rutin mengadakan pelatihan kepada anak-anak dan remaja.
Pemerintah daerah juga mendukung melalui festival budaya dan lomba berpantun agar minat terhadap kesenian ini tetap hidup.
Beberapa sekolah di Belitung juga mulai memasukkan unsur Campak Darat ke dalam kegiatan ekstrakurikuler sebagai bagian dari pendidikan karakter dan pelestarian budaya lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: