Pantun dan Penyambutan Penuh Makna di Belitung: Tradisi Berebut Lawang

Tradisi Berebut Lawang bukan hanya sekadar adu pantun menjelang pernikahan, sebagai simbol dari kebijaksanaan lokal dalam menyatukan dua keluarga besar dengan cara yang indah dan bermartabat. - Foto: Instagram@masrifajar--
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Belitung, pulau indah yang terkenal dengan batu granit dan pantainya, juga menyimpan kekayaan budaya yang tak kalah memesona.
Salah satu tradisi yang menjadi warisan masyarakat adalah Berebut Lawang, sebuah prosesi adat yang digelar pada saat pernikahan.
Tradisi ini bukan sekadar ritual simbolis, tetapi mengandung filosofi dan nilai-nilai luhur yang mencerminkan keharmonisan antarkeluarga serta kekuatan bahasa sebagai alat pemersatu.
Berebut Lawang dalam bahasa Melayu berarti “memperebutkan pintu”. Dalam konteks adat, istilah ini merujuk pada prosesi penyambutan keluarga mempelai pria yang ingin memasuki rumah mempelai wanita.
BACA JUGA:Tumpak Sewu, Keajaiban Tirai Air di Kaki Semeru
Mereka tidak bisa langsung masuk, melainkan harus terlebih dahulu melalui “tantangan” berupa adu pantun dengan perwakilan dari pihak perempuan.
Tradisi ini biasanya dilangsungkan di halaman rumah atau di depan pintu masuk utama.
Di sinilah dua perwakilan dari masing-masing keluarga beradu keterampilan dalam menyusun pantun, yang seringkali bersifat lucu, menggoda, atau menyindir dengan cara halus.
Namun semua dilakukan dalam suasana penuh keakraban dan kebersamaan.
BACA JUGA:Gunung Singgalang, Jejak Legenda dan Keindahan Alam di Atas Awan
Saat rombongan keluarga mempelai pria tiba, mereka berhenti di depan pintu rumah.
Salah satu wakil keluarga, biasanya orang yang dituakan atau pandai berbahasa, memulai pantun pembuka yang menyatakan niat baik kedatangan mereka.
Pihak keluarga perempuan pun membalas dengan pantun jawaban.
Adu pantun ini bisa berlangsung beberapa putaran, tergantung pada keluwesan dan kreativitas kedua belah pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: