Merawat Kebaikan Pasca Ramadhan Meninggalkan Kita
Hi. Abdul Gani, S.Pd.I--
Oleh: Hi. Abdul Gani, S.Pd.I
Saat-saat yang paling sulit adalah setelah seseorang mencapai puncak performa. Bisakah ia bertahan dengan kebaikan-kebaikannya atau justru meluncur jatuh dan seketika sudah berada di titik terendah kehidupannya.
Pepatah mengatakan “Persoalan paling berat yang kita hadapi sesungguhnya bukanlah mendaki gunung, tetapi bagaimana bertahan di puncak gunung itu hingga akhir hayat.”
Ini tidak hanya berlaku dalam keseluruhan akumulasi usia kita. Tetapi ia juga berlaku dalam setiap proses kehidupan dan periode hidup kita.
Siklus tahunan adalah salah satunya. Dan, kita sering tidak mampu mempertahankannya di sini.
Sepanjang Ramadhan banyak kita yang tiba-tiba mengalami perbaikan signifikan. Ada peningkatan drastis dalam ibadahnya; secara kuantitas dan secara kualitas.
Maka, kita dapati tiba-tiba kita bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali bahkan lebih, qiyamul lail setiap malam, dzikir, hingga perasaan taubat yang menggebu-gebu.
Semua itu baik dan tidak ada yang salah dengannya. Tetapi yang menjadi persoalan adalah setelahnya..
Lantas, bagaimana status ibadah dan amal shalih kita pasca Ramadhan?
Apakah kita tetap istiqomah seperti yang kita lakukan selama Ramadhan? Lalu, sejauh mana Ramadhan memberi kesan dan pengaruh terhadap perilaku kita sepeninggalnya?
Dan bagaimana sepatutnya mengisi hari-hari pasca Ramadhan? Beberapa pertanyaan ini patut mendapat perhatian setiap muslim, dalam rangka muhasabah dan meningkatkan keimanan kita.
Selain itu, agar semangat Ramadhan terus hidup di jiwa kita dan membekas dalam perilaku kita sehari-hari.
Sejatinya pasca Ramadhan kita diharapkan tetap istiqomah dan mampu serta terbiasa dengan melakukan berbagai aktivitas ibadah dan amal shalih untuk hari-hari berikutnya selama sebelas bulan, baik berupa amalan wajib maupun amalan sunnah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: