Kopi Tumbuk Lesung KWT Sehati, Bukti Eksistensi Budaya

Kopi Tumbuk Lesung KWT Sehati, Bukti Eksistensi Budaya

Medialampung.co.id - Kopi Tumbuk Lesung adalah biji kopi yang ditumbuk menggunakan lesung, yang merupakan tradisi masyarakat Lampung Barat tempo dulu, pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi yang masih mengandalkan tenaga manusia, dan itu masih dilestarikan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Sehati Pemangku II Pekon Bedudu Kecamatan Belalau.

Peratin Pekon Bedudu Alexander, SE., mengatakan, prosesi tumbuk lesung menggunakan dua variabel alat di antaranya lulumpang (lesung) dan halu-halu (helu). Lulumpang terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu yang umumnya berlubang dengan diameter sekitar 80-100 centimeter, dengan kedalaman sekitar 40 centimer, sedangkan halu-halu terbuat dari kayu berbentuk tongkat, yang bisa difungsikan di kedua sisi.

"Dalam kegiatan tumbuk lesung, ada keunikan seperti mengeluarkan suara saat prosesi tumbuk lesung dengan nada yang khas. Selain itu juga sebagai salah satu falsafah gotong royong dalam kehidupan masyarakat," ungkapnya.

Namun, kata dia, saat ini tradisi tumbuk lesung hanya menjadi kenangan dan menjadi hal yang unik, dan melalui KWT Sehati Pemangku II Waysemangka tradisi tersebut kembali dilestarikan, termasung dalam proses sangrai biji kopi yang masih menggunakan alat tradisional berupa wajan baja, dan masih menggunakan pasir untuk mematangkan biji kopi secara merata.

"Tradisi tersebut merupakan warisan para leluhur yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Cita rasa khas kopi bubuk hasil tumbuk lesung juga berbeda dengan kopi bubuk yang digiling menggunakan mesin yang modern," imbuhnya.

Sementara Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Lambar Ir. Agustanto Basmar mengatakan,  pengolahan kopi yang dilakukan KWT Sehati masih sangat tradisional.

Di era dimana pengolahan kopi sudah sangat modern dengan peralatan yang digital, kopi tumbuk lesung masih eksis.

"Kopi tumbuk lesung lebih mengedepankan sisi budaya. Oleh karena itu selayaknya kita pertahankan, karena yang dijual sisi tradisionalitasnya. Hanya saja mungkin kemasannya yang harus dimodernisasi, sehingga lebih memiliki daya tarik," imbuhnya. (Edi/mlo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: