Kerjasama Kakam dan Kepsek dengan Lawyer Menuai Pro-Kontra

Kerjasama Kakam dan Kepsek dengan Lawyer Menuai Pro-Kontra

Medialampung.co.id. - Pro-kontra terjadi terkait adanya sejumlah kepala kampung (Kakam) dan kepala sekolah (Kepsek) di Lampung Tengah yang bekerja sama dengan Law Firm Tosa and Partners untuk pendampingan hukum. Meski demikian, hal ini diketahui tidak ada unsur paksaan.

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lamteng Sariman menyatakan tidak ada unsur paksaan dalam kerja sama dengan Law Firm Tosa and Partners.

"Nggak ada unsur paksaan. Kalau mau dan membutuhkan, monggo. Kalau ada paksaan berarti semua. Sejauh ini hanya 200 kepala sekolah yang melakukan kerja sama," katanya saat ditemui di Kampung Tulungkakan, Kecamatan Bumiratunuban, Rabu (29/7).

Disdikbud Lamteng, kata Sariman, hanya mengetahui.

"Kita hanya mengetahui. Namanya di bawah naungan kita, minta izin. Masak kita larang-larang. Silakan saja. Sama halnya jika media mau kerja sama dengan sekolah untuk publikasi, ya silahkan saja jika pihak sekolah mau. Kalau masalah nilainya, silakan berunding sendiri," ujarnya.

Terkait pihak sekolah membutuhkan pendampingan hukum karena diduga ada persoalan terkait pengelolaan anggaran, Sariman mengatakan dirinya tidak mengetahui itu.

"Saya nggak tahu kalau masalah itu. Tapi yang saya dengar, sejumlah Kepsek ini melakukan kerja sama karena sering diganggu dan dicari-cari kesalahan oleh oknum wartawan maupun LSM. Tahu sendirilah, persoalan ini sudah lama. Jadi kalau ada masalah nantinya, mereka (Kepsek, Red) yang kerja sama tinggal bilang menyerahkan persoalan ke kuasa hukum," ungkapnya.

Sedangkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Kelurahan Firdaus Rokain menyatakan dirinya tidak tahu menahu soal kerja sama sejumlah Kakam dengan Law Firm Tosa & Partners.

"Saya nggak tahu soal itu. Saya tahunya setelah mereka (Kakam, Red) sudah kerja sama. Masalah ini yang lebih paham bisa ditanyakan ke Kabag Hukum Pemkab Lamteng," katanya.

Salah satu Kakam di Kecamatan Anaktuha yang coba dikonfirmasi persoalan ini menyatakan dirinya tidak ikut kerja sama.

"Kebetulan saya nggak ikut kerja sama. Memang ada penawaran. Nggak ada paksaan. Memang ada rekan-rekan yang sudah kerja sama. Biayanya Rp5.000.000 per tahun. Uang dari mana? Dalam Permendes juga tidak ada aturannya. Saya takut menyalahi aturan itu," ucapnya yang minta namanya tidak mau disebutkan.

Sementara Ketua Lembaga Bantuan Kesehatan Negara Semesta (LBKNS) Lampung Yosep Arnoly menilai kerja sama yang dilakukan Kakam dan Kepsek berdampak kurang baik dengan keuangan negara.

"Dampak kurang baik keuangan negara dengan adanya kerja sama itu. Apalagi tujuannya memberikan bantuan hukum. Dalam Permendes dan dana BOS juga tidak ada aturannya. Adanya pendidikan paralegal. Apalagi saya dengar satu Kakam Rp5.000.000 setahun dan Kepsek Rp1.500.000- Rp2.500.000 per tahun," katanya.

Kerja sama itu, kata Yosep, menyalahi Permendes No. 6/2020 tentang Perubahan atas Permendes PDTT No. 11/2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2020. 

"Juga menyalahi Nota Kesepakatan antara Menkumham RI Nomor: M. HH-05.HM.05.02 Tahun 2016 dengan Menteri Desa PDTT RI dengan Nomor: 01/MDPDTT/KB/I/2016. Fungsinya Kabag Hukum Pemkab Lamteng apa? Kenapa tidak menelaah terlebih dahulu dampak adanya kerja sama itu?" ucapnya.

Kabag Hukum Pemkab Lamteng Eko Pranyoto menyatakan adanya kerja sama itu karena banyaknya informasi yang masuk tentang persoalan hukum di tingkat kampung.

"Awal cerita adanya perjanjian kerja sama itu, banyak informasi yang masuk ke Bagian Hukum tentang sengkarutnya persoalan hukum di tingkat pemerintah kampung. Pemerintahan kampung dimanfaatkan oleh sejumlah oknum menjadi bancakan, terutama setiap pencairan ADD dan DD. Kalau kepala kampung yang sudah menjalankan penyaluran ADD dan DD sesuai regulasi saja masih diganggu untuk cerita sumir faktualnya dengan tujuan tertentu," tulisnya via WhatsApp.

Hal inilah, kata Eko, yang membuat pemerintah daerah tidak membiarkan kesewenang-wenangan.

"Apakah pemerintah daerah harus diam saja membiarkan kesewenang-wenangan terjadi? Karena dasar pemikiran itulah, pemerintah daerah merasa perlu adanya pendampingan hukum pada pemerintahan kampung. Lingkupnya pun terang kok dalam kontrak kerja sama. Kalau ada Kakam yang terbukti secara sah atau inkracht melalui putusan pengadilan, tidak ada yang dilindungi atau menjadikan para advokat tersebut bemper," katanya.

Jadi dengan pemerintahan kampung yang melek hukum, kata Eko, nantinya diharapkan akan mampu mewujudkan masyarakat yang memiliki kemandirian hukum. 

"Ini supaya masyarakat melek hukum. Hukum akan menjadi panglima di kabupaten kita tercinta ini,” ungkap jaksa yang pernah menjadi eksekutor terpidana hukuman mati peristiwa Bom Bali 2002 Amrozi Cs. ini. (sya/mlo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: