Perang Konsulat
Oleh : Dahlan Iskan
Pun di Amerika. Kian dekat Pilpres kian panas. Termasuk hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok. Jumat kemarin adalah dibakarnya sumbu baru: secara mendadak, Amerika menutup konsulat Tiongkok di Kota Houston, Texas.
Tiongkok membalas: akan menutup salah satu konsulat Amerika di Tiongkok. Itu kalau permintaan Tiongkok diabaikan: agar penutupan konsulat Houston itu dibatalkan. “Alasan penutupan itu dipabrikasi dan tanpa dasar,” ujar juru bicara Kemenlu Tiongkok. Tiongkok meminta bukti tuduhan bahwa konsulat itu jadi pusat mata-mata. Terutama di bidang hak cipta dan informasi pribadi orang Amerika.
Semula saya kira konsulat Amerika yang di Wuhan yang akan dijadikan tit-for-tat. Rupanya saya salah kira. Konsulat di Wuhan dianggap kurang seimbang. Maka Houston dibalas dengan Chengdu. Bagi Amerika, konsulat di kota Chengdu, ibu kota provinsi Sichuan, lebih strategis. Amerika bisa memata-matai Tibet dari Chengdu.
Chengdu adalah kota terbesar di wilayah barat Tiongkok. Bertetangga dengan Tibet. Semua penerbangan ke Lhasa, ibu kota Tibet, transit di Chengdu. Demikian juga semua kereta cepat dan lambat.
Penutupan Konsulat Tiongkok di Houston itu memang dramatik. Mungkin agar menarik perhatian. Amerika hanya memberi waktu 72 jam. Harus sudah tutup. Tentu kepanikan terjadi. Terutama bagaimana harus membuang barang-barang yang tidak perlu diangkut ke tempat lain. Maka terlihatlah ada asap membumbung dari dalam gedung konsulat itu.
Polisi Houston pun ke gedung itu. Demikian juga pemadam kebakaran.
Dari luar tercium bau kertas terbakar. Maka kesimpulan yang diambil: konsulat itu membakar dokumen-dokumen rahasia. Sebelum gedung itu di kosongkan. “Itu standar internasional biasa,” ujar Konsul Tiongkok di Houston kepada media di sana. “Itu terjadi di mana-mana. Kedutaan negara mana pun membakar dokumen yang tidak penting, yang tidak perlu diselamatkan,” tambahnya.
Untuk sementara berita penutupan konsulat ini bisa menjadi topik penting di Amerika. Bisa mengalihkan perhatian dari penanganan Covid-19 yang kedodoran di sana. Tapi hanya dua hari. Habis itu soal Covid-19 ramai lagi. Tiap hari penderita baru masih terus bertambah – di atas 50.000/hari.
Penting mana konsulat Tiongkok di Houston dan konsulat Amerika di Chengdu?
Rasanya seimbang. Hanya beda misi. Tiongkok memiliki konsulat di Houston untuk kepentingan ekonomi. Houston adalah ‘ibu kota’ minyak-nya Amerika.
Sebaliknya Amerika, memiliki konsulat di Chengdu untuk kepentingan politik: dekat dengan Tibet. Amerika sangat membela Dalai Lama, tokoh utama Tibet yang anti-Tiongkok.
Konsulat Chengdu juga pernah menjadi berita dunia. Yakni tahun 2012 lalu. Saat itu kepala polisi Chongqing minta perlindungan di konsulat itu. Selama 30 jam.
Chongqing, dulunya memang masuk provinsi Sichuan. Belakangan kota Chongqing dijadikan kota khusus langsung di bawah pusat – seperti Shanghai dan Tianjin. Tujuannya: untuk mempercepat pembangunan wilayah pedalaman. Kini Chongqing, kota nun di pedalaman ini, menjadi kota metropolitan yang lebih besar dari Jakarta.
Kepala polisi itu, Wang Lijun, dianggap hopingan dengan Bo Xilai yang terkenal itu. Bo Xilai adalah Gubernur Chongqing. Ia tokoh muda yang diramal bisa menjadi salah satu presiden Tiongkok.
Bo Xilai ditangkap. Tuduhannya: korupsi besar-besaran di Chongqing. Berkomplot pula dengan kepala polisi Wang Lijun. Sulit dibongkar. Setiap penyelidikan selalu mental.
Maka ketika Bo Xilai akhirnya ditangkap hebohnya ke seluruh dunia. Orang kuat itu tumbang.
Bo Xilai dijatuhi hukuman mati. Demikian juga istrinya. Belakangan hukuman itu menjadi seumur hidup. Wang Lijun lari ke konsulat Amerika di Chengdu. Tapi 30 jam kemudian menyerahkan diri ke polisi. Wang dijatuhi hukuman seumur hidup. Kini kasus Bo Xilai tidak terdengar lagi.
Belakangan, Amerika juga sudah kurang memperhatikan Tibet lagi. Amerika seperti lelah membela Tibet. Apalagi Tiongkok memang dengan nyata membangun dan memakmurkan Tibet. Salah satunya dengan membangun rel kereta cepat ke Lhasa. Yang semula bisa dianggap mustahil.
Rel itu mempertaruhkan banyak hal: secara ekonomi sangat tidak ekonomis. Secara teknologi luar biasa sulitnya: harus melewati wilayah dengan ketinggian di atas 3.000 meter. Itu berarti sangat tipis oksigennya. Juga harus menggunakan konstruksi amat khusus: rel itu harus digelar di atas gunung es. Yang secara teknis pondasi tanah di bawahnya sangat rapuh.
Maka seandainya Tiongkok menutup konsulat Chengdu Amerika mungkin tidak lagi merasa terlalu kehilangan. Bahkan bisa dianggap justru menghemat anggaran. Hanya aktivis pro-demokrasi di Tibet yang akan menyesalkannya.
Tiongkok punya lima konsulat di Amerika. Demikian juga Amerika: punya lima konsulat di Tiongkok. Bagi Tiongkok lima konsulatnya itu penting semua: New York, Houston, San Francisco, Los Angeles dan Chicago.
Begitu banyak warga Tionghoa di sekitarnya. Bahkan, kalau diizinkan, Tiongkok perlu 15 konsulat lagi di sana. Kan belum ada di Seattle, San Diego, Boston, pun mungkin di Alberqueque….
Tapi apa pentingnya Amerika punya konsulat di Shenyang? Juga di Wuhan?
Konsulat di Shenyang, ibu kota provinsi Liaoning, mungkin penting. Dulu. Untuk memata-matai Korea Utara.
Jarak Shenyang ke kota kecil Dandong hanya 2 jam dengan mobil. Saya sering melewati jalur ini. Kota kecil Dandong penting karena berbagi sungai dengan Korea Utara. Dulu ada jembatan mobil dan kereta api dari Dandong ke kota di seberang sungai. Jembatan itu kini tinggal separo. Pihak Korut membongkar jembatannya sampai di tengah sungai. Itu tahun 1940-an.
Belakangan dibangun lagi jembatan baru yang besar dan modern. Di bagian lain wilayah ini.
Presiden Donald Trump sendiri sudah tiga kali bertemu langsung Kim Jong-Un. Peran konsulat Amerika di Shenyang sudah kalah dengan gencarnya postingan Trump di Twitter-nya.
Mungkin Amerika sengaja akan mengurangi konsulatnya. Barangkali hanya yang di Shanghai dan Guangzhou yang masih akan dipertahankan. Jangankan konsulat, Trump juga menutup kantor perwakilan kesehatan Amerika di Beijing. Padahal kantor itu sangat penting. Agar Amerika dengan cepat bisa tahu ada penyakit apa saja yang lagi berkembang di Tiongkok. Yang bisa dicegah untuk tidak terjadi di Amerika.
Enam bulan setelah penutupan itu muncul wabah Covid-19 di Wuhan. Amerika sudah telanjur kehilangan ‘mata dan telinga’. Terjadilah pandemi di Amerika sekarang ini.
Jadi, apakah heboh penutupan konsulat Houston ini akan berkembang ke perang beneran?
Rasanya tidak.
Kecuali….. Wabah Covid-19 terus saja memburuk di sana. Kecuali…. Hasil jajak pendapat terus saja menyebutkan dukungan pada Trump menurun.(Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: