Tuh Kan, Eropa Aja Berburu Batubara, Indonesia Harus Apa?

Tuh Kan, Eropa Aja Berburu Batubara, Indonesia Harus Apa?

JAKARTA - Uni Eropa harus bekerja keras mencari pemasok batubara menjelang musim dingin tahun ini. Situasi kian kritis setelah Rusia memutuskan untuk mengurangi pasokan gas ke kawasan tersebut. 

Benua Biru diketahui mulai menyasar sejumlah negara untuk mendapatkan pasokan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Meski sempat berkomitmen menghentikan operasi PLTU, kali ini pembangkit fosil itu kembali diaktifkan. 

Hal ini merupakan imbas dari kebijakan blok Barat untuk mengembargo batubara dari Rusia. Tekanan makin dirasa setelah Presiden Vladimir Putin memotong pasokan gas ke Eropa melalui pipa North Stream I hingga 60% dari waktu normal. Hal ini membuat pasokan minyak dan gas bumi di Eropa makin menipis. 

Selain itu, Eropa juga bakal menghadapi musim dingin. Sebagai informasi, konsumsi energi selama musim dingin lebih tinggi dibandingkan biasanya. Sebab, warga Eropa terbiasa menggunakan penghangat ruangan selama musim tersebut. 

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa sejumlah negara UE sudah mendekati pengusaha dalam negeri demi mendapat pasokan emas hitam tersebut. 

Jerman salah satu yang telah mengkonfirmasi potensi krisis telah secara resmi meminta 150 juta batubara dari Indonesia. Hal ini akan berpengaruh pada revisi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2022. 

"Gambaran permintaan sudah 150 juta (ton). Itu yang bicara angka Jerman yang saya tahu," katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyebut asosiasi batubara Jerman telah membuat pertemuan dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif beberapa waktu lalu 

"Pada pertemuan tersebut disampaikan bahwa 50% dari suplai batubara Jerman berasal dari Rusia dan dengan perkembangan situasi saat ini Jerman ingin mengembangkan kerjasama suplai batubara dadi Indonesia," terangnya. 

Data perdagangan batubara terkini mencatat bahwa komoditas emas hitam tersebut diperdagangkan pada level US$395,50 per metrik ton pada Selasa (21/6). Harga tersebut naik tinggi mencapai 3,47% atau 13,25 poin dibandingkan dengan hari sebelumnya. 

Sementara itu di dalam negeri, produksi batubara Indonesia hingga kini telah mencapai 284,41 juta ton atau 42,90% dari target yang ditetapkan di awal tahun yakni 663 juta ton.

Di tengah tingginya permintaan ini, pemerintah memastikan bahwa pasokan untuk domestik tidak terganggu dengan kondisi yang ada saat ini.

Menjawab kebutuhan tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat peran perbankan masih sangat diperlukan untuk menyalurkan kredit ke sektor energi fosil termasuk batubara.

Menurutnya, hal ini menjadi dasar yang sangat kuat bagi perbankan untuk tetap mendukung energi fosil lantaran masih sangat krusial baik bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, sekalipun penjawab lonjakan kebutuhan energi dari luar negeri.

"Sejauh ini tidak ada larangan bagi dunia perbankan dalam negeri terhadap pembiayaan batubara di dalam negeri termasuk yang saat ini ramai dibicarakan ketika perbankan memberikan fasilitas pinjaman terhadap perusahaan di sektor batubara," katanya.

Menurutnya, perbankan di Indonesia selama ini telah menggunakan skema bisnis yang benar dalam mendukung kinerja perusahaan batubara.

Bahkan, perbankan di Indonesia khususnya Himbara termasuk salah satu bank yang memiliki Standar Prosedur Operasional (SOP) yang ketat sebelum menyalurkan dukungan pembiayaan kepada sektor energi fosil.

Di samping itu, batubara kata Mamit masih menjadi sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh Indonesia termasuk dunia. Penggunaan batubara kian masif dilakukan di tahun ini seiring dengan adanya ketidakpastian pasokan energi fosil lainnya akibat perang Rusia - Ukraina. 

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia juga diketahui terus mengoptimalkan kekayaan alam yang dimiliki termasuk batubara. Upaya ini dilakukan dengan mempersiapkan langkah Net Zero Emission atau netral karbon pada 2060. 

"Ini kesempatan bagi kita sebagai negara eksportir batubara terbesar. Harusnya dioptimalkan sebesar-besarnya potensi batubara yang kita miliki sampai pada titik tidak boleh digunakan," ujarnya. 

Di sisi lain, perbankan Tanah Air sedang menggencarkan green financing untuk mendukung upaya percepatan penggunaan energi terbarukan di dalam negeri. 

 

"Green financing saat ini sedang berjalan dan saya mendukung hal tersebut. Hanya saja, jangan sampai kekayaan alam yang kita miliki tidak bisa dioptimalkan karena kendala pendanaan," terangnya.(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: