Stres Lois

Stres Lois

SAYA juga sudah tahu: hari itu dokter Lois meninggal. Senin 6 Juni tengah hari. Sang suami lagi di Makassar. Selasa keesokan harinya, Hasan Aslam, sang suami, baru mendapat tiket ke Tarakan. Lewat Balikpapan.

Dokter Lois –yang terkenal karena tidak percaya Covid itu virus yang wajar– meninggal di Tarakan, Kalimantan Utara. Di rumah Sang ibu. Yang –yang ketika saya ke sana kapan itu– masih ada plang nama ''dr Lois'' di depannya. Pertanda dr Lois pernah buka praktik di rumah itu.

Anda juga sudah tahu: dokter Lois meninggal akibat kanker servik. Dia memang asli Tarakan. Orang tuanya asal Krayan, kecamatan di perbatasan segitiga Kaltara, Sabah, dan Serawak.

Sang ayah adalah kepala suku Dayak Lundai atau Lundu di Krayan. Suku itu juga ada di Sabah dan Serawak. Ada jalan darat dari Krayan ke Sabah, tapi tidak ada jalan darat ke Tarakan nun jauh.

Ketika sakit di Jakarta, dokter Lois memang selalu minta pulang ke Tarakan. Selalu pula menanyakan sang ibu. "Maka saya kabulkan permintaan itu karena kami percaya itu sebagai pertanda pamit," ujar Hasan.

Menurut Hasan, Lois sudah mengeluh sejak awal 2016. Jauh sebelum Covid. Perutnyi sakit. "Dia mengira itu pertanda hamil. Dia minta diantar ke dokter kandungan," ujar Hasan.

Dia memang ingin punya anak. Sudah sangat lama.

Malam itu Hasan mengantarkan Lois ke dokter. Setelah diperiksa dokter memberikan obat penguat kandungan. Hasan minta agar saya tidak menuliskan nama klinik dan dokternya.

Setelah minum obat Lois mengeluh tambah sakit. Kian malam kian berat. Menderita sekali. Sampai perutnyi ditempeli botol berisi air mendidih. Itu cara tradisional di daerahnyi. Juga di mana-mana. Cara itu pun tidak membuat reda. Menjelang Subuh, Hasan mengantar sang istri ke dokter kandungan yang lain. Yakni teman sejawat Lois.

"Begitu dilakukan USG terlihat perut Lois penuh darah," ujar Hasan menirukan keterangan dokter. Darah itu harus segera dikeluarkan. Satu liter. "Harus juga dioperasi. Sekarang. Kalau tidak Lois meninggal," kata Hasan masih menirukan keterangan dokter.

Lois pun mau dioperasi. Hasan menandatangani persetujuan suami. Operasi lancar. Lois sehat kembali. "Hanya saja, kalau berhubungan, selalu ada bercak darah," ujar Hasan.

Awalnya Hasan itu pasien dokter Lois. Keluhan utama Hasan: obesitas. Berat badan Hasan 95 kg. Umur, saat itu, 45 tahun. Tinggi badan 175 cm. Ia duda. Pengusaha properti di Makassar. Ia orang terkenal di Makassar. Ia keponakan pengusaha terkemuka Indonesia di zaman Bung Karno: Abdurrahman Aslam. Sang paman adalah lima naga Indonesia zaman itu. Yang mendapat izin monopoli banyak bidang. Kekayaannya lebih besar dari kelas keluarga Jusuf Kalla sekarang.

Dokter Lois biasa terbang ke mana-mana. Urusan kecantikan dan perawatan badan. Dia memang praktik di dua bidang itu. Di Jakarta.

Suatu saat Lois ke Makassar. Banyak pasiennya menunggu di Makassar. Hasan pun bikin janji untuk bertemu.

"Awalnya saya kira dokter Lois itu laki-laki," ujar Hasan. "Ketika dia datang disertai seorang laki-laki. Saya kira yang laki-laki itu yang bernama Lois," tambahnya.

Hasan pun diberi sejumlah obat. Ia ikuti semua yang diperintahkan Lois. "Berat badan saya turun tinggal 74 kg," ujar Hasan. "Dalam waktu tiga bulan," tambahnya.

Sampai-sampai banyak teman Hasan mengira ia lagi sakit. Pun ibunya. "Sampai Umi saya minta saya ke dokter," ujar Hasan.

Hasan sendiri merasa tetap sehat. Ia tantang teman-temannya main bulu tangkis. Ia gemar badminton. Teman-temannya pun percaya ia sehat. Hasan juga terus main golf. Tidak pernah ada keluhan dengan penurunan drastis berat badannya.

Awalnya Hasan tidak tahu status perkawinan Lois. Yang ia tahu: Lois tidak pernah bersama suami. "Belakangan saya tahu Lois sudah menjanda," kata Hasan. Itu sama sekali di luar dugaannya. Hasan tahu Lois itu Dayak. Berarti Kristen. Tidak mungkin janda. Di Kristen hampir tidak ada perceraian. Harus sehidup semati.

Setelah tahu itu, hubungan dokter-pasien pun berubah menjadi sahabat tapi mesra. Lois menjadi dokter cinta. Dalam dua tahun. Perhatian Lois ke Hasan melebihi perhatian seorang dokter pada pasien. "Dia selalu mengingatkan jadwal minum obat saya," ujar Hasan. Lois ternyata juga sudah lama bercerai.

Tahun 2014 mereka menikah –setelah dua tahun dalam status TTM. Keluarga Lois keberatan soal agama. Tapi Hasan berjanji akan memberi kebebasan pada sang istri. Kepada ayah Lois, Hasan berjanji akan mengayomi putrinya itu.

Ada juga masalah dengan ibunda Hasan. "Umi saya baru setuju kalau Lois masuk Islam," ujar Hasan. Maka ketika melangsungkan perkawinan Lois ikut suami. "Dia mandi wajib dulu. Lalu mengucapkan syahadat," ujar Hasan.

Sampailah Covid-19.

Lois, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Jakarta itu berada di barisan anti-Covid. Dia tidak pernah mau pakai masker. Dia selalu share video-video dari luar negeri yang berbeda arus dengan mainstream. Teman-teman dokter sesama lulusan UKI juga dia kirimi. Di luar negeri memang banyak juga yang bersikap seperti Lois.

Rupanya almamater Lois sangat malu. Pun alumni UKI. Terutama teman angkatannyi. Mereka sering berusaha menyadarkan Lois. Gagal. Nama Lois pun mereka anggap membuat almamater tercemar.

Anda pun sudah tahu: dokter Lois lantas dianggap menderita gangguan jiwa. ODGJ. Lois marah dengan penilaian itu. Hasan juga marah. "Saya kan suaminyi. Yang tahu dia setiap hari," ujar Hasan.

Rupanya anggapan "Lois menderita ODGJ" itu sangat serius. Suatu saat Hasan didatangi teman-teman Lois sesama dokter UKI. Para teman itu tidak mau bertemu Lois. Justru mau mereka bertemu Hasan. Tujuan mereka: agar Hasan bisa memaksa Lois untuk dibawa ke rumah sakit jiwa. Saat itu sudah dibawakan ambulans.

Hasan naik darah. Tapi masih ia tahan. Hasan bertanya: di rumah sakit nanti akan diapakan. Maka para teman itu menjelaskan. Lois akan diberi suntikan tertentu dan makan obat tertentu. Setelah mendengar nama-nama obat itu Hasan tidak bisa menahan amarah. "Kalian ini akan membuat istri saya menjadi benar-benar gila," ujar Hasan mengenang kejadian saat itu.

Hasan menilai istrinya baik-baik saja. Cerdas. "Kalian kan tahu teman kalian yang bernama Lois ini kan cerdas sekali. Kenapa kalian perlakukan begini," ujar Hasan pada mereka.

Teman-teman itu, kata Hasan, memang mengakui Lois cerdas. Juga sering mendebat dosen. Sering pula diminta mendampingi tamu-tamu asing, ahli dari luar negeri.

Di masa Covid, Lois punya teori penyembuhan sendiri. Banyak juga yang berobat padanyi. Hasan memberi contoh ingat ini: seorang jenderal minta tolong Lois. Ibunya sakit keras, kena Covid. Sang anak tidak ingin sang ibu dibawa ke rumah sakit. Dokter Lois diminta datang ke rumahnya di Lebak Bulus Jakarta. Bahkan diminta tinggal di rumah pasien tersebut. Agar pengobatannyi intensif.

Maka dokter Lois ke rumah itu. Tinggal di situ. Ditemani Hasan. Di kamar sebelah kamar pasien.

Lois pun memberikan pengobatan. Ini obat yang diberikan: norit 3x5 tablet, VCO 1 sendok makan, atau minyak zaitun asli 2 sendok makan. Lalu curcuma FCT 3x2 tablet, KSR600 2X1 dan NEUROBION FORTE 2X1 untuk pagi dan malam. Menjelang tidur ditambah Fluimucil 2 kapsul.

Tiga hari Lois tinggal di rumah itu bersama suami. Sang ibu semakin sehat. Dalam seminggu pulih.

"Sampai sekarang masih sehat?" tanya saya.

"Masih. Kami berhubungan baik dengan keluarga beliau," ujar Hasan.

Di rumah itu Lois minta agar seisi rumah untuk tidak pakai masker.

Lois pernah ingin memperjuangkan prinsipnyi itu ke berbagai instansi kesehatan.

Suatu hari Louis ingin menemui Jenderal Doni Monardo, penanggung jawab Covid kala itu. Lois datang ke kantor Doni yang dijaga ketat dengan protokol kesehatan paling baik. Lois datang tidak pakai masker. Petugas mengharuskan dia pakai masker.

Lois berdebat di situ. Akhirnya tidak bisa bertemu Doni Monardo. Dia pulang. Tetap tidak bermasker.

Anda pun masih ingat: dokter Lois akhirnya ditahan polisi. Lalu dilepaskan, setelah meminta maaf. Sejak itu nama Lois seperti lenyap dari peredaran.

Tiba-tiba Senin lalu Harian Disway memberitakan dokter Lois meninggal dunia. "Tekanan untuk Lois luar biasa. Dia down sekali," ujar Hasan. "Rasanya itu yang membuat dia kena kanker," tambahnya.

 

Sampai Selasa sore belum dimakamkan. Masih menunggu kedatangan Hasan. Juga menunggu kakak Lois yang di Jakarta. Hasan menyerahkan sepenuhnya pada keluarga Lois untuk urusan pemakaman. Pun kalau itu harus secara Kristen. Tentu kali ini dengan masker di seluruh tubuhnyi. (Dahlan iskan)

 

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: