SIMPUL Desak Polda Lampung Usut Dugaan Mafia BBM Bersubsidi di Tulang Bawang
Ilustrasi POM--
MEDIALAMPUNG.CO.ID - Serikat Mahasiswa dan Pemuda Lampung (SIMPUL) mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Lampung untuk mengembangkan penyelidikan kasus dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kabupaten Tulang Bawang.
Mereka menilai penyidik Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Lampung belum menyentuh aktor utama di balik praktik tersebut, yakni pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Koordinator SIMPUL, Rosim Nyerupa, mempertanyakan langkah penyidik yang hingga kini baru memproses pelaku lapangan tanpa menjerat pemilik SPBU yang diduga turut menikmati hasil penyalahgunaan BBM bersubsidi itu.
“Publik bertanya-tanya, mengapa hanya pelaku lapangan yang diproses? Sementara Yulianto Atjik Sutrisno alias Acuk, bos SPBU yang menerima setoran hasil penyalahgunaan subsidi, justru belum disentuh hukum,” tegas Rosim Sabtu 25 Oktober 2025.
BACA JUGA:Ammar Zoni Klaim Dijebak dalam Kasus Narkoba, Kuasa Hukum Desak Akses Komunikasi Diperlancar
Kasus ini bermula dari penangkapan tiga orang, yakni Samsul Hadi, MGS Wahyu, dan Paringotan Purba (pihak SPBU), pada 28 Agustus 2025 di wilayah Rawa Jitu Selatan, Kabupaten Tulang Bawang.
Ketiganya diduga melakukan pengangkutan dan penjualan BBM bersubsidi secara ilegal dengan cara mengecor menggunakan jerigen di area SPBU 24.345.88.
BBM tersebut dibeli menggunakan barcode yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang melalui kerja sama dengan salah satu karyawan SPBU, Paringotan Purba.
Uang hasil penjualan kemudian disetorkan kepada Indri, bendahara SPBU, yang disebut rutin menyerahkan uang setoran kepada pemilik SPBU setiap dua minggu sekali.
BACA JUGA:Dinkes Bandar Lampung Gunakan Teknologi X-Ray Portable untuk Percepat Deteksi TBC
Menurut Rosim, pola aliran uang dan sistem kerja yang terstruktur menunjukkan bahwa praktik tersebut bukan tindakan individu, melainkan kegiatan terorganisasi yang diduga diketahui dan diarahkan oleh pemilik SPBU.
SIMPUL juga menemukan indikasi bahwa pihak SPBU menjual BBM jenis solar dan pertalite di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu sekitar Rp7.500–Rp8.000 per liter.
“Dugaan ini bukan isapan jempol. Keuntungan dari penjualan di atas HET diduga sangat besar dan telah berlangsung bertahun-tahun. Fakta bahwa Indri rutin menyetorkan uang ke bos SPBU memperkuat dugaan keterlibatan langsung pemilik,” ujar Rosim.
Rosim menegaskan, praktik tersebut jelas melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:





