Triga Lampung Ultimatum Pemerintah Segera Eksekusi Ukur Ulang HGU PT SGC
Kerugian negara triliunan dan tanah adat terampas, Triga Lampung tuntut ukur ulang HGU PT SGC.--
MEDIALAMPUNG.CO.ID – Triga Lampung, gabungan tiga organisasi rakyat yakni AKAR, PEMATANK, dan KRAMAT, mengumumkan maklumat tegas untuk kembali turun ke jalan. Mereka menegaskan akan menggelar aksi akbar di Jakarta pada 25–28 Agustus 2025.
Aksi tersebut diarahkan ke DPR RI, ATR/BPN, hingga Istana Negara, dengan tuntutan utama agar pemerintah segera menindaklanjuti keputusan Komisi II DPR RI terkait ukur ulang seluruh Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Sugar Group Companies (SGC) beserta anak perusahaannya.
“Maklumat ini jelas, segera ukur ulang! Jangan biarkan hasil rapat hanya jadi kertas kosong. Pertanyaannya, apakah Presiden Prabowo benar-benar berpihak pada rakyat Lampung, atau Jakarta sudah dibeli oleh PT SGC?” tegas Indra Mustain, Ketua DPP Aliansi Komando Aksi Rakyat Lampung, saat konferensi pers di kantor AKAR, Way Dadi, Bandar Lampung, Jumat 22 Agustus 2025.
Ketua DPP PEMATANK, Romli, menyebut aksi ini sebagai puncak kejengahan masyarakat Lampung terhadap pemerintah.
BACA JUGA:RSUDAM Lampung Sampaikan Duka Cita, Oknum Dokter Diduga Terlibat Pungli Dicopot dari Pelayanan
“Suara rakyat adalah suara Tuhan. Itu yang kami bawa ke Jakarta. Kami ingin keadilan ditegakkan, bukan hanya janji-janji kosong,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua DPP KRAMAT, Sudirman Dewa.
“Selama dua tahun ini kami menyuarakan persoalan PT SGC. Kini waktunya rakyat Lampung terus hadir dan bersuara di jantung kekuasaan,” tegasnya.
Persoalan agraria yang melibatkan PT SGC sudah berlangsung puluhan tahun. PT Indo Lampung Perkasa disebut mengambil tanah adat masyarakat Teladas, sementara PT Sweet Indo Lampung dituding menguasai lahan warga Bakung.
BACA JUGA:Motif Terungkap, RS Habisi Nyawa Istri karena Sakit Hati
Sejak awal pemberian HGU pada 1990-an, banyak tanah adat tidak pernah mendapatkan ganti rugi.
Bahkan saat masa HGU berakhir dan diperpanjang, masyarakat tidak pernah diajak bermusyawarah.
Kondisi tersebut memicu konflik berulang. Tidak sedikit bentrokan antara aparat perusahaan dan warga yang berujung korban luka bahkan jiwa.
“Ini bukan sekadar soal tanah, tapi soal hak masyarakat yang dirampas,” tegas Romli.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:




