Disway Awards

Getuk Kethek, Camilan Tradisional dari Magelang yang Unik dan Legendaris

Getuk Kethek, Camilan Tradisional dari Magelang yang Unik dan Legendaris

Dari filosofi monyet hingga rasa legit, Getuk Kethek jadi ikon kuliner Magelang-Foto Instagram@jajanan_salatiga-

MEDIALAMPUNG.CO.IDGetuk Kethek merupakan salah satu kuliner khas dari Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan getuk pada umumnya. 

Nama “Getuk Kethek” secara harfiah berarti getuk monyet, dan bukan tanpa alasan kuliner ini diberi nama demikian. 

Julukan tersebut berasal dari maskot atau simbol usaha pembuatnya, yaitu seekor kethek (monyet) yang menjadi ikon penjual getuk ini sejak pertama kali diperkenalkan.

BACA JUGA:Rekomendasi Oleh-Oleh Dieng: Olahan Carica Selain Manisan yang Wajib Dicoba

Asal Usul dan Filosofi Nama

Getuk Kethek pertama kali dikenal di daerah Salaman, Magelang. Cerita yang berkembang di masyarakat menyebutkan bahwa nama “Kethek” muncul karena pendirinya menggunakan gambar monyet sebagai simbol dagang agar mudah diingat oleh pembeli. 

Lambat laun, masyarakat lebih mengenal produk ini sebagai Getuk Kethek, bukan hanya getuk Magelang.

Selain sebagai penanda dagang, simbol monyet juga dianggap melambangkan keceriaan, kelincahan, dan kerja keras—sifat yang diharapkan menjadi cerminan usaha kuliner tradisional ini.

BACA JUGA:Apem Kesesi: Warisan Rasa dan Makna dari Pekalongan

Bahan dan Cara Pembuatan

Seperti jenis getuk lainnya, bahan utama Getuk Kethek adalah singkong pilihan yang dikukus hingga empuk. 

Setelah matang, singkong tersebut ditumbuk halus bersama gula pasir atau gula jawa serta sedikit garam agar rasanya seimbang. Untuk memberikan cita rasa gurih, adonan kemudian diberi taburan kelapa parut di bagian atasnya.

Yang membedakan Getuk Kethek dari getuk biasa adalah proses pengolahan dan penyajiannya yang lebih modern namun tetap mempertahankan tradisi. Singkong yang digunakan dipilih dari varietas terbaik agar teksturnya lembut dan tidak berserat. 

Selain itu, pengemasan dilakukan dengan cara higienis menggunakan daun pisang atau kertas khusus agar menarik, namun tetap mempertahankan aroma khas tradisional.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: