JKEL Desak Pemerintah Tinjau Ulang Dugaan Alih Kelola 70 Persen Zona Pemanfaatan TNWK ke Pihak Asing

Jumat 12-12-2025,14:32 WIB
Reporter : Dedi Andrian
Editor : Budi Setiawan

MEDIALAMPUNG.CO.ID - Jaring Kelola Ekosistem Lampung (JKEL) meminta pemerintah pusat dan daerah meninjau ulang dugaan alih kelola sekitar 70 persen zona pemanfaatan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) kepada pihak asing. 

Mereka menilai proses perubahan zonasi dilakukan tanpa keterbukaan dan minim melibatkan organisasi lingkungan maupun masyarakat lokal.

“Kami menemukan indikasi kuat adanya perubahan zonasi yang tidak transparan. Mekanisme kerja sama yang disusun dapat menyerupai penguasaan ruang,” kata Ketua JKEL, Almuhery Ali Paksi, Jumat 12 Desember 2025.

JKEL mendesak Gubernur Lampung, Pemprov Lampung, dan Pemkab Lampung Timur melakukan kajian ulang serta audit independen terhadap seluruh dokumen kerja sama dan proses perubahan zonasi. 

BACA JUGA:Rapat Perdana Kwarda Lampung Bahas Program Strategis Empat Bidang Utama

Mereka juga meminta agar dugaan keterlibatan pimpinan balai sebelumnya turut diperiksa.

“Dari temuan lapangan, sekitar 70 persen lahan dalam zona pemanfaatan diduga telah dialihkan pengelolaannya kepada investor asing. Pola kerja sama seperti ini dikhawatirkan mengurangi ruang jelajah satwa liar dan mengganggu fungsi ekologis kawasan konservasi,” ujar Almuhery.

Ia menambahkan, konsultasi publik terkait perubahan zonasi yang digelar Balai TNWK pada 2025 di Hotel Emersia, Bandarlampung, tidak melibatkan NGO lingkungan dari Lampung, akademisi, media, maupun masyarakat sekitar. 

Menurutnya, keterlibatan publik sangat penting untuk mencegah konflik sosial dan menjaga kualitas ekosistem.

BACA JUGA:16 Jam Jalani Pemeriksaan, Nanda Bastian Bungkam Soal Dugaan TPPU Proyek SPAM Pesawaran

“Untuk itu, kami meminta Gubernur Lampung dan Sekdaprov Lampung melakukan kajian ulang terhadap perubahan zona pemanfaatan TNWK. Secara hukum, taman nasional adalah aset negara dan tidak dapat diperjualbelikan,” tegasnya.

Direktur Lembaga Konservasi 21 (LK21), Edy Karizal, menilai skema kerja sama dengan pihak ketiga harus diawasi ketat agar tidak berkembang menjadi bentuk pengambilalihan ruang konservasi.

“Kerja sama memang dimungkinkan, tetapi tidak boleh mengarah pada penguasaan ruang taman nasional. Jika benar mencapai 70 persen, ini alarm serius,” kata Edy.

Hingga berita ini diterbitkan, Balai TNWK belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan perubahan zonasi maupun alih kelola tersebut. Upaya konfirmasi redaksi belum mendapat respons.

BACA JUGA:Nukman Optimistis Panorama ‘Negeri di Atas Awan’ Siap Hipnotis Gubernur Lampung

Menurut JKEL, proses konsultasi publik perubahan zona pengelolaan TNWK hanya dihadiri sejumlah pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemprov Lampung, Pemkab Lampung Timur, dan unsur Forkopimda, tanpa kehadiran organisasi lingkungan dari Lampung.

“Seharusnya kami diberi kesempatan memberikan masukan berbasis kajian demi memastikan fungsi kawasan tetap terjaga dengan prinsip co-management,” ujar Almuhery.

Ia menekankan bahwa perubahan karakter ekosistem, termasuk pergeseran vegetasi dan perubahan akses masyarakat, harus menjadi pertimbangan utama sebelum zona diperbarui.

TNWK merupakan habitat penting bagi gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, serta satwa endemik lainnya. Karena itu, setiap perubahan zonasi dinilai memiliki potensi mempengaruhi kelangsungan ekosistem.

BACA JUGA:42 Rumah Terendam di Pekon Bumi Hantatai akibat Luapan Kali Way Bulok

“Konservasi bukan hanya menjaga satwa, tetapi juga ruang hidupnya. Perubahan zonasi tanpa kajian ekologis yang kuat dapat merusak integritas ekosistem Way Kambas,” kata Almuhery.

JKEL menegaskan temuan mereka berasal dari pemantauan lapangan, analisis dokumen zonasi, serta wawancara dengan masyarakat. 

Mereka meminta pemerintah membuka seluruh dokumen rencana pemanfaatan ruang untuk menghindari simpang siur informasi.

“Kami mengingatkan negara untuk menjaga mandat perlindungan kawasan konservasi. Kepentingan investasi tidak boleh menggeser tujuan konservasi,” tutup Almuhery.

Kategori :